GELORA.CO - Seorang anak berinisial YSS, ditemukan tewas gantung diri di rumah bekas tempat tinggal mereka, Senin, 14 Oktober 2019, pukul 10.00 Wita. Sebelum meninggal, siswa kelas dua sebuah SMP negeri di Kupang, Nusa Tenggara Timur, itu sempat menuliskan surat berisi curahan hatinya.
Tempat kejadian gantung diri itu merupakan bekas rumah milik keluarga korban yang sudah tidak ditempati lagi sejak 7 tahun lalu. Rumah itu tak berpenghuni sejak ibu korban tewas dibunuh ayah kandungnya, Antonius Sinaga, dengan cara dicor dalam bak semen, tepat di samping rumah tersebut. Saat ini, ayahnya masih mendekam di penjara.
YSS pertama kali ditemukan oleh Cristofel Key yang saat itu hendak memberi makan ternak kambing, tak jauh dari lokasi kejadian.
Menurut Cristofel, awalnya dia mencium aroma tak sedap di sekitar rumah tersebut. Ketika mendekati rumah yang telah kosong itu dan mengintip lewat celah jendela, ternyata ada seseorang telah tewas tergantung.
Temuan tersebut langsung dilaporkan ke pihak berwajib. Saat ditemukan, korban sudah dalam kondisi membengkak.
Sebelum mengakhiri hidupnya, korban sempat membuat sebuah pesan yang dituliskan dalam buku. Dalam pesan itu, korban mengutarakan isi hatinya dan meminta maaf kepada keluarga dan bibi korban yang telah mengasuh dia sejak ibunya tewas dibunuh.
Korban juga mengeluh kerap menjadi bahan olok-olokan sebagai keturunan pembunuh dan anak tukang cor. Pesan lainnya, korban dendam kepada ayah kandungnya yang telah membunuh ibunya, pada 2012 lalu. Korban berjanji akan menghabisi ayahnya sendiri.
Semasa hidupnya, YSS ternyata pernah menerima hadiah sebuah sepeda dari Presiden Joko Widodo, saat melakukan kunjungan kerja di Kupang. Dia mendapat sepeda karena mampu menjawab pertanyaan Jokowi dan mampu menghafal Pancasila secara baik dan benar. Saat itu, korban masih duduk di bangku sekolah dasar.
Dia menerima hadiah dari Jokowi tahun lalu, ketika Presiden melakukan kunjungan kerja membagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada sejumlah siswa.
Hingga akhir hayatnya, sepeda itu masih dalam keadaan baik. Sepeda itu biasanya digunakan korban untuk berolahraga ataupun bermain bersama teman-temannya.
Di mata keluarga, menurut Yuni, bibi korban, YSS dikenal sebagai siswa berprestasi dan selalu mendapat juara di kelas sejak masih SD hingga kelas 1 SMP. Tak hanya juara, korban juga pernah mengikuti olimpiade matematika dan IPA saat kelas 5 SD hingga ke tingkat Provinsi NTT. Namun, setahun ini prestasi YSS agak menurun sejak kelas 2 SMP.
Korban dikenal sebagai anak periang namun sedikit tertutup. Keluarga tidak pernah menyangka korban nekat mengakhiri hidupnya dengan cara tragis. [vn]