GELORA.CO - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) 2015-2018 Prof Ilham Oetama Marsis diberhentikan dari keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sengkarut ini melebar ke mana-mana hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).
Berdasarkan berkas putusan MK dan MA yang dirangkum detikcom, Selasa (29/10/2019), kasus ini berpangkal dari lahirnya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. UU ini membentuk Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dengan tujuan untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk KKI yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
Untuk mewujudkan tugas itu, maka KKI melakukan registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi serta melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
Siapa anggota KKI? Dalam Pasal 14 disebutkan:
Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari :
1. Organisasi profesi kedokteran 2 orang;
2. Organisasi profesi kedokteran gigi 2 orang.
3. Asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 orang;
4. Asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 orang;
5. Kolegium kedokteran 1 orang;
6. Kolegium kedokteran gigi 1 orang;
7. Asosiasi rumah sakit pendidikan 2 orang;
8. Tokoh masyarakat 3 orang;
9. Departemen Kesehatan 2 orang; dan
10. Departemen Pendidikan Nasional 2 orang.
Atas aturan itu, sekelompok dokter senior menggugat UU Praktik Kedokteran pada 17 Januari 2017. Seperti Dr Judilherry Justam, Prof Pradana Soewondo, dr Tarmizi Hakim SpBTKV, Prof Dr dr Wahyuning Ramelan, Prof dr J Hari Kusnanto dkk.
Mereka menggugat Pasal 14 ayat 1 huruf a UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Menurut mereka, komposisi keanggotaan yang demikian menempatkan organisasi profesi kedokteran sebagai regulator sekaligus sebagai objek regulasi yang mengakibatkan keputusan-keputusan KKI menjadi bias. Sebab, organisasi profesi akan mengedepankan kepentingan organisasinya yang dapat saja berbeda atau bertentangan dengan kepentingan KKI sebagai regulator dalam menjamin terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu.
Pada 26 April 2018, MK mengabulkan gugatan tersebut untuk sebagian. Pasal 14 ayat (1) huruf a UU Praktik Kedokteran yaitu perwakilan 2 orang organisasi profesi kedokteran adalah orang yang tidak menjadi pengurus organisasi profesi kedokteran.
MK beralasan, Pengurus IDI yang menjadi Anggota KKI bisa menimbulkan potensi benturan kepentingan (conflict of interest) dari sisi IDI sebab IDI bertindak sebagai regulator dalam menjalankan fungsi sebagai anggota KKI, pada saat yang sama juga menjadi objek regulasi yang dibuat oleh KKI tersebut.
"Oleh karena itu, untuk mencegah potensi benturan kepentingan tersebut maka seyogianya anggota IDI yang duduk dalam KKI seharusnya adalah mereka yang bukan merupakan pengurus IDI untuk mencegah konflik kepentingan karena tugas KKI ada tiga yaitu fungsi registrasi dokter sebagai dasar menerbitkan STR, fungsi regulasi yang terkait dengan profesi dokter, dan fungsi pembinaan," ujar MK.
Pada sisi lain organisasi profesi dokter adalah IDI dan oleh karena itu keberadaan pengurus IDI pada KKI potensial menimbulkan konflik kepentingan terutama dalam perumusan regulasi.
"Hal ini tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," papar MK.
Dalam waktu hampir bersamaan, Prof Ilham Oetama Marsis diberhentikan Jokowi dari anggota KKI yang mewakili organisasi profesi kedokteran. Presiden mengeluarkan SK Nomor 8/M Tahun 2018 pada 7 Februari 2018.
Prof Ilham Oetama Marsis tidak terima dan memilih menggugat Presiden Jokowi ke PTUN Jakarta. Pada 22 November 2018, PTUN Jakarta memenangkan Prof Ilham Oetama Marsis dengan membatalkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2018 itu.
Namun Jokowi tidak terima dan mengajukan banding. Pada 9 Mei 2019, Pengadilan Tinggu TUN (PT TUN) Jakarta membalik keadaan. Majelis yang diketuai Sugiya dengan anggota Nurnaeni Manurung dan Ketut Rasmen Suta menolak gugatan Prof Ilham Oetama Marsis dan memenangkan Jokowi.
Giliran Prof Ilham Oetama Marsis yang tidak terima dan mengajukan kasasi. Tapi MA menolak gugatan itu. Perkara Nomor 481 K/TUN/2019 itu diketok ole ketua majelis Yulius dengan anggota Hary Djatmiko dan Yosran. Putusan itu diucapkan dalam sidang tertutup pada 14 Oktober 2019.[dtk]