GELORA.CO - Protes penarikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) berakhir menjadi kerusuhan terburuk selama beberapa tahun ini di Ekuador. Akibatnya, Presiden Ekuador Lenin Moreno mengumumkan keadaan darurat nasional, Kamis (3/10).
KBRI Quito Bantu Galang Dana Penderita Kanker
"Untuk memastikan keamanan warga negara dan menghindari kekacauan, saya telah memerintahkan keadaan darurat nasional," tutur Moreno seperti yang dikutip oleh Channel News Asia.
Protes pada hari Kamis yang dipicu oleh pemberlakuan penarikan subsidi BBM, membuat pengunjuk rasa melempari gedung pemerintah dan mendirikan barikade yang telah terbakar di jalanan. Merespons tindakan pengunjuk rasa, polisi menembakan gas air mata dan mengerahkan kendaraan lapis baja. Namun kekacauan semakin tak terhindarkan.
Turun dengan paket!" teriak para pengunjuk rasa yang terdiri dari kelompok serikat pekerja, pelajar, dan kelompok-kelompok lainnya. Para pengemudi taksi, bus, dan truk juga ikut berdemo dengan melakukan aksi blokir jalan sejak pagi di ibukota Quito dan Kota Guayaquil.
Menjelang petang, ribuan pengunjuk rasa menuju Istana Presiden di Quito yang dikelilingi oleh polisi dan tentara yang berusaha membubarkan massa.
Subsidi BBM sendiri diketahui sebagai bagian paket reformasi fiskal pemerintah senilai 2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 28 triliun (kurs: Rp 14.312/dolar AS) beberapa dekade lalu. Penarikan yang dilakukan Moreno menjadi kali pertama subsidi ditarik.
Menurut pejabat pemerintahan, penghapusan subsidi BBM diperlukan untuk mengangkat ekonomi dan menghentikan aksi penyelundupan. Akibat penarikan subsidi, harga diesel naik dari 1,03 dolar AS atau Rp 14.556 menjadi 2,3 dolar AS atau Rp 32.504 per galon. Sementara bensin naik dari 1,85 dolar AS atau Rp 26.145 menjadi 2,39 dolar AS atau Rp 33.776 per galon.
"Itu tindakan terlewat batas sampai pemerintah membatalkan keputusan tentang subsidi. Mereka melumpuhkan negara," kata pemimpin pengunjuk rasa transportasi bus, Abel Gomez.(rmol)