GELORA.CO - Jalan alternatif yang dapat dilakukan pasca UU KPK hasil revisi disahkan adalah judicial review ke Mahkamah Kontitusi (MK). Pasalnya, hingga dua hari jelang berlakunya UU tersebut, Presiden Joko Widodo belum menerbitkan Perppu.
Demikian disampaikan Koordinator Advokat Pengawal Kontitusi, Petris Salestinus saat jadi pembicara diskusi bertema "Dinamika Revisi UU KPK" oleh BEM Universitas Diponogoro, di Kampus Undip, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (15/10).
"Meninggalkan opsi Perppu melihat waktu yang tersisa serta tekanan politik nasional di belakang, judicial review adalah usaha paling tepat untuk menguji kembali secara materiil apakah revisi UU KPK ini memperkuat dan memperjelas wewenang KPK atau justru melemahkan KPK," papar Petrus.
Pembicara lain dalam diskusi itu, dosen hukum tatanegara Undip, Lita Tyesta Alw dan pengamat politik Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi.
Hal yang sama juga disampaikan Lita Tyesta Alw. Selain menyampaikan uji meteri ke MK, Lita juga mengkritik DPR dan pemerintah karena revisi UU 30/2002 KPK terkesan kejar tayang. DPR juga terkesan mengabaikan mekanisme dalam pembentukan suatu UU sebagaimana diatur dalam UU 12/2011, sehingga terkesan kurang transparan dan kurang partisipatif.
"Oleh karena itu langkah yang memungkinkan untuk itu adalah judicial review secara formil ke MK. Tentu harus didukung dengan bukti-bukti untuk memperkuat dalil-dalil dan argumentasi hukumnya," katanya.
Adapun Ade Reza Hariyadi mengatakan masih ada kesempatan bagi semua pihak untuk menggugat UU KPK versi revisi. Menguji UU KPK hasil revisi ke MK, menurut Ade, untuk membuktikan apakah UU tersebut memperlemah atau memperkuat KPK.
"Judicial review memberikan kita kesempatan untuk kembali menguji baik secara formil dan materiil UU KPK," ucapnya. (Rmol)