GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD membahas mengenai Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini telah resmi berlaku.
Dilansir TribunWow.com, hal ini diungkapkan Mahfud MD saat menjadi narasumber dalam Kabar Petang tvOne, Kamis (17/10/2019).
Selain Mahfud MD, hadir pula pakar hukum tata negara lainnya, Refly Harun yang membahas UU KPK.
Mulanya Mahfud MD membahas tentang dewan pengawas yang kini diadakan sesuai yang tertuang pada UU KPK revisi.
Ia lantas menuturkan bahwa untuk pertama kali, Dewan Pengawas akan dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Nantinya Dewan Pengawas untuk KPK akan dilantik bertepatan dengan pelantikan calon pimpinan KPK terpilih, yakni Nurul Ghufron.
"Jadi pengaturannya itu dikatakan untuk pertama kali Dewan Pengawas dibentuk oleh presiden, paling lambat bersamaan dengan pelantikan capim (calon pimpinan KPK) terpilih yang kemarin itu," ujar Mahfud MD.
Diperkirakannya, pada tanggal 18 Desember telah selesai dibentuk Dewan Pengawasnya, dan akan dilantik pada tanggal 19 Desember.
"Jadi pada tanggal 18 Desember itu harus sudah dibentuk jadi pada tanggal 19, sudah dilantik, jadi itu terantisipasi ternyata," paparnya.
Mahfud MD sempat menyindir para Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal pembuatan pasal.
"Pintar tuh DPR menambahkan pasal itu di tengah malam, bagus," ujar Mahfud MD.
Sebelumnya, Mahfud MD turut menjelaskan soal nasib KPK yang kini UU revisinya sudah resmi berlaku.
"Menurut saya sampai dengan tanggal 19 Desember, atau kalau lebih cepat dari itu kalau misalnya sebelum itu presiden membentuk Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangannya, maka KPK seperti yang ada sekarang ini masih bisa terus menjalankan tugasnya" kata Mahfud MD.
Ia menyebutkan, dalam Pasal 69D UU KPK dicantumkan KPK tetap berwenang seperti sebelumnya.
"Artinya, sekarang UU berlaku tapi sesuai dengan Pasal 69D 'Sebelum presiden membentuk dewan pengawas sesuai dengan kewenangannya, maka Komisi Pemberantasan Korupsi' di situ disebut 'Komisi Pemberantasan Korupsi' artinya bukan hanya komisionernya, 'Komisi Pemberantasan Korupsi tetap melaksankan tugas berdasarkan Undang Undang yang ada sebelumnya'."
"Artinya tidak ada masalah sampai dengan 18 Desember ya, hari terakhir," ungkapnya.
"Sehingga 19 Desember, kalau presiden sudah mengeluarkan Kepres tentang Dewan Pengawas bersamaan dengan pelantikan atau pengangkatan komisioner, atau pimpinan yang baru, maka tidak ada masalah KPK melakukan kegiatan seperti selama ini."
"Termasuk melakukan OTT, penggeledahan, penyitaan, dan sebagainya," ungkap Mahfud MD.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD bicarakan UU KPK. (YouTube tvOneNews) |
Refly Harun yang hadir di studio sempat memeriksa ponselnya untuk melihat draf UU KPK yang ada di gawainya itu.
Karena menurutnya pasal yang dikatakan oleh Mahfud MD tidak ada di draf yang digunakan Refly sebagai acuan.
"Saya ini, ini buat Prof Mahfud juga ya, saya ini membaca draf RUU-nya ini, memang yang persoalan terbesar kita ini, kok drafnya bisa beda-beda ya?," tanya Refly Harun sembari tertawa.
"Saya mau baca di sini enggak ada yang 69D," sambungnya.
Namun ia menyetujui bahwa memang apa yang dikatakan Mahfud MD benar adanya.
"Tapi oke lah saya mengikuti, saya kira prof lebih tepat datanya," ujar Refly Harun.
"Tetapi begini, ada juga ketentuan harus mengikuti Undang Undang ini."
"Tapi kelazimannya memang kalau belum ada Dewan Pengawas, maka kemudian kan jalan seperti sebelum terbentuknya Dewan Pengawas."
Ia menyoroti bahwa Dewan Pengawas telah dibentuk dan dilantik membuat OTT KPK semakin diperlemah.
"Tapi setelah adanya Dewan Pengawas, maka ketentuan-ketentuan mengenai izin itu berlaku," sambung Refly Harun.
Refly Harun juga menyoroti soal pasal penyadapan.
"Di situ dikatakan untuk melakukan penyadapan kan izin Dewan Pengawas," kata Refly Harun.
"Tapi ternyata tidak hanya izin Dewan Pengawas, izin penyadapan baru bisa diberikan, itu dalam pasal penjelasannya, setelah gelar perkara di hadapan dewan pengawas."
"Artinya kita tidak bisa berharap lagi kasus-kasus baru yang di-OTT, karena kita tahu OTT dan penyadapan kan satu paket."
"Tidak mungkin kita meng-OTT orang tanpa kita menyadap terlebih dahulu, karena kita tidak tahu konteksnya," paparnya Refly Harun.
"Nanti kalau sudah ada kasus baru itu tidak mungkin diberikan izin oleh Dewan pengawas karena belum gelar perkara padahal kita tahu gelar perkara itu sudah ada 2 alat bukti minimal untuk ditingkatkan jadi tahap penyidikan, kan sudah ada tersangkanya dan lain sebagainya," ujar Refly Harun.
"Ini yang menurut saya memang pasal yang sengaja diselipkan, kebetulan di penjelasan, untuk melemahkan proses penindakan oleh KPK," ujar Refly Harun.
Mahfud MD kemudian memberikan klarifikasi atas pasal yang disinggung oleh Refly Harun.
"Jadi betul yang dibaca Pak Refly itu berbeda dengan yang saya jelaskan tadi, karena saya juga punya yang kayak punya Pak Refly, yang tidak ada Pasal 69D itu bertanggal 4 September," kata Mahfud MD.
"Yang saya punya bertanggal 16 September tengah malam, sehingga itu sudah ada 69D-nya."
Menanggapi hal itu, Refly Harun dan Mahfud MD sama-sama tertawa.
"Saya selalu baca 4 September itu, wah bahaya ini, kosong, lalu saya cari yang 16 September yang saya dikirimi tengah malam itu, ternyata ada di situ, dan itu ikut disahkan," kata Mahfud MD.
"Jadi clear sekarang bahwa KPK masih bekerja sampai dengan 18 Desember dengan catatan pada saat itu presiden sudah membentuk Dewan Pengawas dengan kewenangannya."
Lihat videonya dari menit ke 8.33:
[tn]