GELORA.CO - Beberapa hari lalu, Jokowi mengadakan pertemuan dengan Forum Rektor Indonesia (FRI). Pasca pertemuan tersebut, FRI meminta mahasiswanya berhenti melakukan demonstrasi sebagai bentuk respons atas sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dinilai bermasalah.
Menanggapi hal itu, Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Anton Tabah, menjelaskan bahwa aksi demonstrasi merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) serta dilindungi undang-undang.
"Siapapun tak boleh melarangnya. Kalau melarang, itu melanggar undang-undang (UU) dan itu tindakan bodoh. Harus diingatkan. Karena siapapun sama kedudukannya dalam hukum," ujarnya saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (06/10).
Menurut mantan petinggi polisi tersebut, seorang menteri, rektor, guru dan polisi tidak boleh melarang aktivitas kritik seperti demonstrasi. Kata Anton Tabah, demonstrasi merupakan cara masyarakat menyampaikan aspirasinya.
"Aksi demonstrasi merupakan wujud penyampaian berpendapat di muka umum. Walau pendapatnya tak sejalan dengan penguasa. Contoh menolak beberapa rancangan undang-undang yang bermasalah. Itu hak rakyat sampaikan pendapatnya," tukasnya.
Selain FRI, seperti diketahui Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), M Nasir menyampaikan akan memberi sanksi bagi rektor yang ketahuan menggerakkan aksi mahasiswa.
Sementara dosen yang ketahuan menggerakkan aksi, Menristekdikti mempersilakan rektor memberi sanksi berupa SP1, SP2. Bahkan bisa berupa tindakan hukum.(rmol)