Oleh: Zeng Wei Jian
SEHARI pasca Pertemuan Jokowi-Prabowo di Istana, ada kabar Rocky Gerung akan roadshow ke kubu pendukung Jokowi supaya mengusir Pak Prabowo dari kubu mereka.
“Enggak butuh tokoh seperti dia, nyampah-nyampahin negeri saja,” katanya.
Politisi Rocky Gerung merupakan contoh case dari fenomena “The curse of the people who can't stop making puns”.
Ngga ngoceh, ya ngga dapet duwit. Begitu philosophy-nya kira-kira.
A pun is a joke which is a “play on words”. A game using words. Target abadinya Mr Jokowi. Baru-baru ini, Pak Prabowo pun disasar.
Mimpi jadi Oscar Wilde, William Shakespeare, Francis Bacon, setiap hari Rocky Gerung ngolah kata-kata. Rhetoric mentah.
Jesuit menciptakan "Eloquentia Perfecta" mengkultivasi rhetoric demi kebaikan. Rocky Gerung lain lagi. Dia rilis rhetoric dalam rangka mempertahankan politics of hatred.
Akibat seruan supaya Pak Prabowo diusir, netizen Cut Meutia bereaksi. Responnya dia rilis Petisi Usir Rocky Gerung dari Indonesia.
Pendukung Jokowi pun merespon. Mereka tanya Who's Rocky Gerung sampai berani ngatur-ngatur pendukung Pakde.
Manuver politik mesti ditilik dengan analisa. Impact target apa yang ingin dicapai Rocky Gerung. Dari situ posisinya bisa dilihat.
Pola downgrade Prabowo dan Gerindra sama artinya buka peluang Demokrat masuk kabinet. Rocky Gerung nyoblos pilpres di Singapura bersama SBY.
Jelas Rocky Gerung berfungsi sebagai striker SBY. Di tangan kanan SBY taro penjilat. Nah Rocky Gerung ada di tangan kirinya. Peran beda-beda, serving the same lord. []