GELORA.CO - Di tengah kesibukan menjalankan tugas, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyempatkan diri menemui siswa SD Laboratorium, Pondok Kopi, Jakarta Timur yang berkunjung ke kantornya di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa pagi (15/10).
Kunjungan itu adalah bagian dari kegiatan pendidikan luar ruang. Mereka datang didampingi Kepala SD Ibu Isnarti MM dan sejumlah guru, juga Ketua Komite Sekolah Ibu Intansari Fitri dan sejumlah anggota Komite Sekolah. Plt. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Syaifullah, juga ikut hadir mendampingi.
Anies Baswedan gubernur yang menyenangkan. Anak-anak SD Laboratorium awalnya tampak tegang dan kaku sejak memasuki kompleks kantor Gubernur DKI Jakarta. Apalagi saat mereka dipersilakan duduk di deretan kursi berformasi tapal kuda di ruang rapat pimpinan di bagian dalam Pendopo.
Wajah mereka terlihat jadi jauh lebih rileks, saat Anies Baswedan muncul di hadapan mereka dengan senyum lebar. Anies menyapa anak-anak yang sudah rapi menunggunya.
“Mohon maaf, saya terlambat. Ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan lebih dahulu,” katanya dengan senyum tetap mengembang.
“Saya Anies Baswedan, bekerja di Kantor Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Panggil saya paman,” katanya lagi disambut senyum anak-anak yang semakin lebar.
Pendidikan Menumbuhkan
Anies terkesan pada penjelasan yang disampaikan Kepala SD Laboratorium Ibu Isnarti MM, yang mengatakan bahwa sekolah yang dikelola oleh Yayasan Acprilesma ini memberikan kesempatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan sejak lebih dari sepuluh tahun lalu.
Sebagai respon atas penjelasan Kepala SD Laboratorium, Anies yang pernah menjadi Menteri Pendidikan Nasional mengatakan, sekolah memang seharusnya menjadi tempat penumbuhan potensi anak.
“Kami ingin mendorong agar jangan sampai sekolah ini terbawa dengan pandangan yang menganggap pelajaran ada urutannya. Mana pelajaran yang dianggap penting, dan mana pelajaran yang dianggap tidak penting. Kalau sesuai dengan potensi, kita kembangkan,” kata Anies.
“Tadi ada anak kita yang membacakan puisi. Puisi tidak ada di ujian nasional. Tetapi apakah itu tidak penting? Puisi itu penting,” sambungnya.
Dia mengatakan, saat ini anggapan yang berkembang luas di tengah masyarakat menempatkan matematika dan science sebagai ilmu yang paling penting. Sementara seni dan olahraga berada pada posisi paling bawah.
Anggapan ini, menurut dia, perlu dikoreksi bersama karena semua disiplin ilmu eksak dan non-eksak dapat dikembangkan.
“Saya kemarin menghadiri festival teater anak. Anak-anak saya anjurkan main teater. Kalau perlu sekolah bikin teater. Karena teater menumbuhkan kemampuan berempati, menumbuhkan kepercayaan diri, kemampuan elaborasi, kemampuan kerjasama, dan kemampuan untuk komunikasi. Ia mempunyai unsur-unsur yang membuat anak-anak di kemudian hari bisa matang,” urai Anies Baswedan lagi.
Dari Sampah Sampai Ibukota Pindah
Sebelum tanya jawab, dua siswa, Arham Syatir Al Ijabi dan Nashwa Titis Kinanthy masing-masing membacakan puisi di hadapan Anies dan teman-temannya.
Anies menyambut gembira kedua puisi itu, dan menyalami bahkan mencium tangan kedua siswa tersebut. Ini sesuatu yang tidak mereka duga sama sekali.
Dalam sesi tanya-jawab, pertanyaan pertama datang dari siswa Andi Muhammad Ghiffari Ramadhan. Ia mengajukan pertanyaan dalam bahasa Inggris.
“How did you get a scholarship from America?” tanya dia.
Anies terkejut dan tampak tidak menyangka pertanyaan mengenai hal itu disampaikan dalam bahasa Inggris.
“Dream high. Kalau mimpi, mimpi yang tinggi. Tapi jangan sekadar meraih mimpi, harus melampaui mimpi. Mimpinya harus dilewati. Karena mimpi kita hari ini belum tentu mimpi yang paling tinggi,” jawab Anies yang meraih doktor ilmu politik dari Northern Illinois University, Amerika Serikat.
Setelah itu, masih kata Anies, sedari dini siswa SD harus belajar rajin dan menuntaskan semua tugas. Selain itu, perlu untuk mempelajari bahasa internasional, seperti Inggris, Arab, Mandarin, dan Prancis. Juga perlu untuk ikut berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang positif.
Siswa lain, Sherina Nurul Maheswari, bertanya kepada Anies mengenai suka dan duka selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Anies mengatakan, dirinya senang menjadi Gubernur DKI karena mendapatkan kesempatan yang cukup luas untuk bisa bertemu dengan masyarakat, termasuk anak-anak sekolah.
Anies menjelaskan bahwa dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa, ukuran Jakarta terbilang kecil, yakni hanya seluas 600 kilometer persegi.
Namun, sebagai ibukota negara, pekerjaan di Jakarta sangat banyak. Mulai dari mengurusi ibu hamil, sampai mengurusi penguburan warga yang meninggal dunia. Dari mengurusi gedung pencakar langit, sampai perkampungan padat.
“Alhamdulillah, saya senang menjalani tugas ini. Kalau tidak senang, tidak akan senyum sekarang,” ujarnya.
Anies menambahkan, dirinya tidak melihat ada pekerjaan yang berat. Karena berat atau ringan adalah perasaan. Semuanya kalau diniatkan dengan baik akan mendapatkan ridha dan insya Allah akan ringan meskipun pekerjaan itu besar.
“Ada urusan kecil, tapi karena tidak dapat ridha dariNya, terasa berat sekali,” sambung Anies.
Penanya lain, Farah Ayesha Salsabila, mengatakan dirinya pernah menghadiri perayaan HUT DKI Jakarta di Silang Monas, dan setelah kegiatan berakhir dia melihat banyak sampah. Lantas dia bertanya, bagaimana meningkatkan kesadaran warga agar mau membuang sampah pada tempatnya.
Merespon Farah, Anies mengatakan, perlu untuk mengubah persepsi bahwa apa yang disebut sampah sebenarnya adalah sisa dari kebutuhan yang tidak habis dikonsumsi. Karena itu, menjadi tanggung jawab warga untuk tidak meninggalkan “sampah” atau “sisa” tadi, apalagi di sembarangan tempat.
Kalau dilihat sebagai sisa, maka akan lahir kecenderungan untuk melihatnya sebagai benda yang masih dapat diaur ulang.
Masih terkait soal sampah, menjawab pertanyaan siswi lain, Latisha Aurellie, tentang cara yang dilakukan pemerintah agar sampah tidak menumpuk, Anies mengatakan, pemerintah bekerja keras dari proses memungut sampah sampai mengolahnya.
Saat ini Pemprov DKI Jakarta memiliki lebih dari 1.200 truk pengangkut sampah yang bekerja setiap hari. Sampah yang dikumpulkan dibawa ke tempat pembuangan akhir di Bantar Gebang.
“Kita di Jakarta lagi membangun tempat pengolahan sampah di Sunter. Nanti adik-adik lihat ya. Tapi nanti adik-adik lihat pas sudah SMP,” ujar Anies menceritakan pembangunan Intermediary Treatmen Facility yang dapat mengolah sampah menjadi tenaga listrik.
Pertanyaan lain yang menggelitik disampaikan Raivand Fakhrizal mengenai rencana pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur.
“Kalau Ibukota dipindahkan, bagaimana dengan nasib jakarta. Apakah pusat perekonomian dan bisnis akan pindah ke ibukota baru?” tanya dia.
Sebelum menjawab pertanyaan itu, Anies balik bertanya ke para siswa apakah menginginkan ibukota negara dipindahkan ke tempat lain, yang disambut jawaban: tidak mau karena Jakarta akan jadi kampung.
Mendengar jawaban lugu ala anak-anak itu, Anies tersenyum. Setelah itu, ia melanjutkan jawabannya.
“Walaupun ibukota negara dipindahkan, tetapi kegiatan usaha di Jakarta akan tetap berlangsung,” kata Anies.
Dia mencontohkan, bila ada satu gedung kementerian di Jakarta yang dikosongkan karena kementerian pindah bersama ibukota negara, maka gedung itu dapat dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan ekonomi.
Anies juga mengatakan, dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk memindahkan ibukota negara.
“Mungkin itu baru mulai bekerja saat adik-adik mulai kuliah. Perlu waktu. Kan lama bikinnya,” jawab Anies disambut rasa lega anak-anak.
Usai tanya jawab, Anies memberikan bingkisan kepada siswa yang mengajukan pertanyaan dan membaca puisi berupa topi pet lapangan hitam dengan tiga melati di bagian depan serta tulisan “Gubernur” dan “Anies Baswedan” di masing-masing sisinya.
Bingkisan ini membuat hati siswa yang menerima semakin berbunga-bunga. Sungguh, bagi mereka Anies Baswedan adalah gubernur yang menyenangkan. [rm]