Tanggapi Demo Mahasiswa terkait RKUHP, Jokowi Yakin DPR akan Mendengar: Jangan Tanyakan ke Sini

Tanggapi Demo Mahasiswa terkait RKUHP, Jokowi Yakin DPR akan Mendengar: Jangan Tanyakan ke Sini

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Demo menghiasi adanya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebagian besar masyarakat khususnya Mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan memprotes sejumlah pasal yang dianggap dapat merugikan rakyat Indonesia.

Menanggapi itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku mengapresiasi.



Dilansir oleh Tribunwow.com melalui channel YouTube tvOneNews pada Senin (23/9/2019), Jokowi meminta agar para mahasiswa menyampaikan aspirasi pada DPR.

Menurutnya, DPR harus bisa mendengarkan keinginan rakyatnya.

"Ya itu tadi saya sampaikan, itu masukan-masukan yang baik dari masyarakat harus didengar oleh DPR," kata Jokowi.

Jokowi menjelaskan bahwa jika ingin menyampaikan opini, masyarakat bisa bertemu langsung dengan DPR.

Tentunya dengan materi aspirasi yang telah dirancang.

"Sampaikan bawa draft materinya, materinya, submaterinya, subtansi-subtansi harus dimasukkan ke DPR," ungkapnya.

Lantas, mantan Wali Kota Solo ini membeberkan sejauh mana proses RKUHP ini.

Ia mengatakan, RKUHP kini tengah dalam pembahasan.

Namun, secara lebih jelas RKUHP bisa ditanyakan pada DPR.

"Ini kan sudah masuk pada proses semuanya, nanti besok akan dibicarakan tanyakan saja ke sana jangan ditanyakan ke sini," tegas Jokowi.

Terkait adanya protes dari masyarakat, ia juga telah meminta menteri-menterinya untuk membicarakannya pada DPR.

"Saya sudah meminta itu, tentu akan ditindaklanjuti oleh menteri-menteri yang terkait untuk ke DPR," kata Jokowi.

Sehingga sekali lagi, Jokowi yakin DPR akan mendengar suara masyarakat.

"Masyarakat kalau ingin menyampaikan materi-materi ke DPR. Saya kira akan mendengar itu," yakin dia.

Lihat video mulai menit ke-2:48:



Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut bahwa banyak pasal, dari Revisi Kitab undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang miliki kalimat multitafsir.

Bahkan Asfinawati juga menyebut pasal dalam RKHUP tidak jauh berbeda dengan aturan di masa kolonial Belanda.

Pernyataan itu ia sampaikan pada acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang tayang di tvOne.

Acara tersebut juga diunggah di channel YouTube Talk Show tvOne yang tayang pada Sabtu (21/9/2019).

Di acara tersebut Asfinawati mengakui, bawah pembuatan KUHP bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan proses yang panjang.

Selain itu Ia juga menilai bawah KUHP adalah aturan yang tidak bisa disamakan dengan hukum-hukum biasa.

"Kitab Undang-undang Hukum Pidana ini berbeda dengan hukum biasa, dia pasti akan mencabut Hak Asasi Manusia (HAM) orang tapi diperbolehkan oleh negara," jelas Asfinawati.

Karena itulah, Asfinawati menilai bahwa pembuatan KUHP haruslah ketat dan tidak mengandung makna ganda.

"Karena di mana pun pengaturannya harus ketat, harus tidak multitafsir pasal-pasalnya," ucap Asfinawati.

Dalam pengamatan Asfinawati mengenai RKUHP, ada beberapa pasal yang dibuat memiliki multitafsir.

Bahkan Alfinawati juga mengumpamakan isi dari RKUHP lebih parah dari peraturan zaman penjajahan Belanda.

"Saya lihat banyak pasal-pasal yang multitafsir, selain itu juga tadi lebih kolonial," ucap Alfinawati.

Alfinawati juga menjelaskan beberapa pasal di RKUHP yang disebut seperti aturan zaman Belanda.

Bahkan ia menyebut pasal-pasal tersebut penah digunakan Belanda, untuk menghindari kritikan dari pejuang Indonesia.

"Pasal-pasal penghinaan presiden, makar, penghinaan pemerintah, itukan sebetulnya pasal-pasal yang diberlakukan oleh kolonial Belanda untuk menyasar para pahlawan kita, supaya tidak mengkritik mereka," jelas Alfinawati.

Karena hal itulah, Alfinawati merasa RKUHP yang sempat akan segera disahkan, ini bukanlah aturan yang dibuat oleh Indonesia.

"Jadi ini tidak benar, kalau isinya betul-betul murni buatan bangsa Indonesia," ucap Alfinawati.

Lihat video pada menit ke-10:21:



[tn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita