GELORA.CO - Polemik Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) dalam UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Pasalnya, dalam Pasal 40 Ayat 1 disebutkan bahwa SP3 dapat dikeluarkan KPK untuk jangka waktu 2 tahun.
Hal itu dinilai akan berdampak terhadap kasus-kasus korupsi skala besar yang berpotensi mangkrak saat ditangani KPK.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut masa berlaku dikeluarkannya SP3 oleh KPK itu tidak saklek harus dua tahun. Bahkan, kata dia, Pasal 40 itu masih dapat ditafsirkan lebih dari dua tahun.
"Terkait dengan jangka waktu penyidikan maksimal dua tahun, KPK itu dapat menghentikan proses penyidikan atau SP3. Artinya, bisa saja lebih dari dua tahun," kata Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/9).
Menurut Alex, jangka waktu pengeluaran SP3 dua tahun itu tergantung dari tingkat kesulitan kasus yang ditangani KPK. Dicontohkan Alex, kasus yang menjerat eks Dirut Petral Bambang Irianto dalam suap perdagangan minyak mentah.
"Kasus Pertamina kan lama juga itu, lebih dari dua tahun. Ya kita lihat kompleksitas permasalahannya, kalau lebih dua tahun. Sepanjang itu bisa kita cari alasan kenapa sampai lebih dari dua tahun, kenapa enggak. Kan kita masih dimungkinkan melakukan penyidikan di atas dua tahun," pungkas Alex.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1), KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
Kemudian Pasal 40 ayat (2) menyatakan, penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat satu minggu terhitung sejak dikeluarkannya SP3. KPK juga wajib mengumumkan SP3 kepada publik.
Penghentian penyidikan dan penuntutan dapat dicabut oleh pimpinan KPK apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan SP3 atau berdasarkan putusan praperadilan.(rmol)