GELORA.CO - Krisis kemanusiaan tengah terjadi di Wamena setelah aksi demo yang berujung kerusuhan berdarah. Sejauh ini jumlah korban sekitar 32 orang meninggal. Sebagian besar adalah perantau Bugis (Makassar) dan Minang (Sumatera Barat), juga suku lainnya. Mereka terbakar hidup-hidup atau kena senjata tajam.
Salah seorang korban tewas juga tenaga medis yang lama mengabdi di pedalaman Papua, ia adalah dr Soeko Marsetiyo. Mobilnya dihadang pendemo dan dokter itu disiram bensin hingga tewas terbakar.
Krisis kemanusiaan ini membuat warganet menunjukkan empati dan dukacita mendalam, juga agar pemerintah tanggap mengatasi masalah ini. Tagar #MinangBerduka dan Bugis menjadi trending topik di Indonesia malam ini.
Sayangnya, dalam suasana duka mendalam ini top buzzer pro pemerintah (pro Jokowi) yang biasanya gaduh atas isu ‘khilafah’, sama sekali tak menyuarakan empati atau perhatian atas apa yang terjadi di Wamena. Hal ini diungkapkan dari hasil pengamatan lembaga riset media sosial Drone Emprit dan Media Kernel Indonesia.
“Sekarang kita bahas Isu Papua. Ketika semua mata dan telinga mengarah ke Jakarta, siapa yang bersuara untuk Papua? Kita angkat tiga topik: Wamena, IDIBerduka, dan West Papua,” ujar Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, Ahad (29/8).
“Zoom cluster oposisi. Mereka ternyata banyak membahas Wamena, seperti oleh @andre_rosiade, @AzzamIzzulhaq dan lainnya. Mereka juga mengangkat tagar #IDIBerduka, seperti oleh @LisaAmartatara3, @R4jaPurwa, dan lainnya,”lanjutnya.
“Dari peta SNA tersebut, ketika publik dan oposisi banyak menyuarakan soal Wamena dan IDIBerduka, kita tak menemukan akun-akun top buzzer pro pemerintah seperti saat mereka membahas khilafah,” tegasnya.
Ismail juga membeberkan akun-akun yang menyuarakan kepedulian atas apa yang tengah terjadi di Wamena saat ini.
Akun-akun dari kubu oposisi menyuarakan perhatiannya atas apa yang terjadi pada saudara-saudara di Wamena, demikian juga atas tagar IDIberduka tentang meninggalnya dr Soeko.
Seperti diketahui, akibat peristiwa itu ribuan orang pendatang eksodus dari Wamena, sementara lainnya mengungsi karena ketakutan. Dari data terbaru yang dilansir ACT sebanyak 10.000 pengungsi di Wamena, mayoritas pendatang dari suku Bugis dan Minang.
Data resmi dan terbaru yang dikeluarkan ACT sebanyak 10.000 orang mengungsi serta 2.589 eksodus. Sementara harta benda terbakar ada 224 mobil, 150 motor, 165 rumah, 465 ruko, 5 perkantoran, dan 15 perkantoran rusak berat. Korban jiwa 33 orang dan 77 luka-luka.
“Jumlah itu yang tercatat resmi. Fenomena gunung es sepertinya terjadi di Wamena ini. Sedikit yang tampak, kemungkinan besar ada yang belum terpantau,” kata Direktur Komunikasi Aksi Cepat Tanggap (ACT), Lukman Azis Kurniawan saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu malam (28/9).
Dia mengatakan, warga pendatang yang paling banyak menjadi korban adalah suku Bugis, Sulawesi Selatan dan Minang (Padang), Sumatera Barat. Kendati demikian, warga pendatang dari Jawa juga ikut menjadi korban.
“Dua itu suku terbanyak, mungkin suku-suku lain juga. Dari Jawa juga banyak dari sana,” ujarnya.
Hingga saat hingga relawan ACT masih terus melakukan pendataan terkait jumlah pasti korban rusuh. Dia memperkirakan masih ada ratusan orang hilang dan belum diketahui apakah meninggal atau mengungsi ke tempat lain.[ns]