Oleh Gde Siriana
Bank dunia di hadapan Jokowi saat bertandang ke istana 2 September lalu, memaparkan prediksi ekonomi Indonesia pada tahun 2022 hanya akan tumbuh pada angka 4,6%. Prediksi Bank Dunia juga menunjukkan tren negatif sejak 2018 (5.17%), 2019 (5.1%), 2020 (4.9%).
Sementara sejak Agustus lalu, Jokowi justru mengumumkan rencana pindah Ibukota ke pulau Kalimantan yang membutuhkan dana tidak sedikit.
Permasalahannya bukan hanya anggaran yang besar, tetapi apakah rencana pindah ibukota proper dalam situasi ekonomi nasional yang sedang sulit di tengah gejolak ekonomi global yang diprediksi banyak lembaga ekonomi dan keuangan internasional sedang menuju resesi.
Jika mengamati kondisi ekonomi saat ini saja dengan pertumbuhan hanya berkisar 5%, Pemerintah masih menghadapi trio defisit (neraca dagang, CAD & anggaran negara) dan masalah keuangan/likuiditas seperti defisit BPJS. Bahkan pada th 2020 pemerintah merencanakan mengurangi subsidi energi, yang sangat mungkin diikuti dengan kenaikan harga (Tempo.com 6 Sep 2019).
Jadi dapat dikatakan rencana memulai pembangunan ibukota baru pada tahun 2022 sangat tidak relevan lagi. Sebaliknya pemerintah harus segera membenahi ekonomi nasional di masa jelang krisis global untuk menyelamatkan negara dari krisis yang lebih besar. Paradigma ini jauh lebih rasional ketimbang urusan pemindahan ibukota yang masih belum jelas dampaknya secara ekonomi dalam waktu dekat.
Jokowi harus segera umumkan penundaan pemindahan ibukota hingga ekonomi nasional membaik. Ini perlu agar semua kementerian, BUMN, pengusaha dan masyarakat fokus pada penyelematan ekonomi nasional. Perlu kebijakan yang efektif berdampak langsung pada persoalan mendasar yang sesungguhnya seperti produktifitas yang rendah dan perlambatan pertumbuhan angkatan kerja. Reindustrialisasi dan relokasi industri ke 5 pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua harus segera dimulai, tanpa perlu pindah ibukota.
Penundaan pindah ibukota oleh Jokowi juga dapat mencegah keraguan dan sikap rnenunggu para investor baik asing maupun domestik tentang kapan kepastian pindah ibukota.
Belum lagi jika reasoning Jokowi tentang pemindahahan ibukota seperti scheme pembiayaan BUMN-Swasta dan full swasta dan lokasi di tengah-tengah wilayah RI bisa saja akan ditiru oleh pemerintah propinsi. Misalnya Jawa Timur akan pindahkan ibukota lebih ke tengah-tengah dengan scheme pembiayaan swasta dan tidak gunakan APBD. Siapa pihak swasta yang tidak tergiur dengan Tera Project?