GELORA.CO - Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menyoroti revisi UU KPK yang sarat kepentingan. Salah satu poin yang menuai kontroversi adalah komposisi penyidik dan penyelidik KPK yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan.
Ray menilai, jika poin itu lolos menjadi undang-undang, maka susah membedakan antara Mabes Polri dan KPK. Apalagi, saat ini penyidik nonpolisi dan kejaksaan banyak diprotes.
Maka itu, sangat besar kemungkinan penyidik dari kepolisian dan kejaksaan akan banyak menempati posisi penyidik dan penyelidik di KPK. “Nah, itu yang saya sebutkan tadi istilahnya, Mabes cabang Kuningan,” kata Ray di Kantor Formappi, Jakarta Timur, Jumat (13/9).
Selain itu, Ray juga menyinggung polisi yang menempati jabatan strategis di luar institusi kepolisian, termasuk di KPK. Bahkan di KPK keterlibatan polisi sudah mendominasi.
“Sudah mulai mengarah ke negara polisi. Kalau zaman Orba kita mengenal dwifungsi yang menempatkan tentara di semua lini, sekarang kita mengarah ke negara polisi di semua arah,” ujarnya.
Maka itu dia mengeluarkan istilah ‘KPK ‘Pura-pura’, artinya politisi seolah-olah mendukung pemberantasan korupsi. Tapi pada saat yang bersamaan, semua sayap, semua kaki, tangan, KPK sudah berpindah tempat ke kepolisian.
Jika sudah seperti itu, menurut Ray, lebih baik menguatkan kewenangan polisi dan jaksa mengusut kasus korupsi. Kalau perlu undang-undang kepolisian juga direvisi.
“Seiring dengan berpindahnya tangan, sayap, kaki, ke institusi polisi atau jaksa, sudah saatnya institusi (kepolisian) dan jaksanya harus diperkuat, dipertajam, lebih didorong untuk masuk ke isu-isu korupsi itu,” kata dia. [ns]