GELORA.CO - Ada kalanya aksi demonstrasi ditunggangi oleh kepentingan segelintir kelompok tertentu. Namun tidak dengan rentetan aksi ribuan mahasiswa di gedung DPR/MPR yang berlangsung hingga kini. Mereka bangun secara spontan untuk membela kepentingan rakyat.
“Bisa jadi memang penunggangan kepentingan selalu ada. Tapi kalau anatominya, menurut saya lebih karena ancaman kepentingan nasional,” kata Peneliti Senior Indef Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Senin (24/9).
Didin menilai, aksi demo kali ini merupakan renspons spontan terhadap adanya ancaman terhadap demokrasi dan perabadan yang bersih. Menurut dia, adanya pasal-pasal karet seperti pelemahan KPK dan aspirasi dalam demokrasi yang berujung bui merupakan ancaman terhadap kepentingan nasional.
“Saya kira, demo mahasiswa ini adalah sangat spontan. Kebetulan ada momentum, dan untuk menunjukkan ketika mereka dibilang kemana selama ini, yakni menunjukkan eksistensinya sebagai pejuang rakyat,” kata guru besar Fakultas Ekonomi dan Politik IPB tersebut.
Didin memandang, sinergi mahasiswa dengan luar baik intra maupun ekstra selama ini relatif terkontrol. Begitu ada isu pelemahan KPK, isu pelemahan demokrasi, isu impor rektor, kata dia, masyarakat sipil secara luas, para rektor, dan juga LSM itu terbangunkan.
Bahkan, dia menambahkan, di kalangan koalisi pemerintah juga terjadi ketidaksepakatan. Ada yang pro dan kontra sehingga timbullah semangat perjuangan untuk menunjukkan diri, bahwa itu harus direspons dengan demo.
Hingga kini, aksi ribuan mahasiswa yang menolak RKUHP dan UU KPK di gedung DPR/MPR semakin menggelora. Mulai dari penyampaian mosi tidak percaya dengan DPR, seruan untuk kosongkan kelas untuk digantikan dengan aksi demo, hingga aksi blokade sejumlah jalan tol dalam kota sekitaran gedung DPR.
Didin yang juga seorang aktivis sejak tahun 70-an itu menegaskan, dibandingkan dengan demo-demo lainnya, rentetan demo kali ini lebih murni. “Entah ujungnya seperti apa, saya juga belum tahu. Ini semacam ‘melting pot’ atau melebur jadi satu,” ujar dia. [ns]