Kisah Eks Pasukan Cakrabirawa, Terpaksa Sembunyikan Jati Diri hingga Tak Mau Pulang ke Indonesia

Kisah Eks Pasukan Cakrabirawa, Terpaksa Sembunyikan Jati Diri hingga Tak Mau Pulang ke Indonesia

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pasca pemberontak PKI atau G30S/PKI yang terjadi pada 30 September 1965 para mantan Pasukan Cakrabirawa harus hidup terlunta-lunta.

Keterlibatan beberapa prajurit dalam pemberontakan PKI membuat nama baik dari Pasukan Cakrabirawa ternoda.

Seperti yang diketahui bersama di berbagai sumber sejarah diceritakan jika sejumlah Pasukan Cakrabirawa dengan tega membunuh 7 jenderal TNI.

Dilansir dari Surya yang mengutip Tribun Jatim dalam sebuah artikel berjudul 'Nasib Para Eks Prajurit Cakrabirawa Pasca G30S/PKI, Disiksa hingga Lari ke Thailand & Punya 1 Ciri' Pasukan Cakrabirawa dibubarkan pada 28 Maret 1966 di lapangan Markas besar Direktorat Polisi Militer Jalan Merdeka Timur, Jakarta.

Tugas pengamanan Presiden Soekarno yang semula dipegang oleh Pasukan Cakrabirawa kemudian diambil alih oleh Batalyon Para Pomad.

Batalyon ini dikomandani oleh Letkol CPM Norman Sasono.

Tak seperti pembubaran pasukan pada umumnya, Pasukan Cakrabirawa sedikit berbeda.

Umumnya jika sebuah resimen dibubarkan, maka para anggotanya akan dikembalikan pada kesatuan awal mereka.

Sebagai informasi anggota dari Pasukan Cakrabirawa sendiri berasal dari berbagai satuan seperti AD, AL, AU, dan Kepolisian.

Sayang serah terima itu tak berlaku bagi Pasukan Cakrabirawa, track record mereka yang terlibat dalam G30SPKi membuat semua semua anggota Pasukan Cakrabirawa harus menanggung akibatnya.

Pasalnya semua anggota menjadi dianggap terlibat dalam pemberontakan PKI.

Para mantan Pasukan Cakrabirawa akan diburu dan ditangkap oleh TNI AD.

TNI AD akan melakukan interogasi, siksaan dan bahkan kurungan.

Para Pasukan Cakrabirawa yang terbukti terlibat penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI AD umumnya akan langsung dieksekusi.

Hukuman itu diberlakukan karena mereka dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran berat.

Tahu akan hukuman yang akan mereka peroleh, banyak mantan Pasukan Cakrabirawa berusaha melarikan diri ke Luar Negeri.

Bekal pendidikan militer dan pertahanan hidup yang mereka peroleh menjadi usaha pelarian mereka lebih tersusun.

Beberapa diantaranya bahkan menyusun sebuah strategi khusus agar agenda pelarian mereka berhasil.

Tak sedikit juga yang memanfaatkan koneksi mereka dengan para pejabat yang dianggap pro-Soekarno.

Bahkan para mantan Pasukan Cakrabirawa ini ada yang sampai melarikan diri ke Thailand dan menjadi penduduk Negara Gajah Putih Itu.

Agar pelarian mereka di Thailand tidak terhambat dengan urusan pekerjaan dan makan, banyak diantara mereka memutuskan menjadi biksu.

Sedangkan anggota lainnya memilih untuk membuka lahan dan bercocok tanam.

Sebagai informasi pada tahun 1970-an mengolah lahan di hutan-hutan Thailand tidak dikenakan biaya apapun.

Kebanyakan yang memilih untuk bercocok tanam, terutama yang masih hidup akan menajdi petani sukses dan memiliki lahan luas.

Karena saking lamanya tinggal, beberapa diantaranya akhirnya menikah dengan warga setempat dan menjadi warga negara resmi.

Salah satu ciri yang kentara bahwa ia mantan Pasukan Cakrabirawa adalah mereka para mantan pasukan presiden ini memiliki kebiasaan berburu di hutan dan dikenal sangat mahir menembak.

Saat bertemu dengan orang Indonesia mereka sangat merahasiakan jati diri mereka.

Mereka tak ingin orang-orang Indonesia yang datang ke Thailand tahu bahwa mereka adalah mantan Pasukan Cakrabirawa.

Kenangan dan latar belakang budaya memang kadang tak bisa dilupakan, terutama bagi mereka yang berasal dari Jawa tengah.

Kadang-kadang mereka yang berasal dari Jawa Tengah ini selalu ingin menggunakan bahasa ibu mereka yakni bahasa Jawa.

Rasa persaudaraan dan senasib antar para mantan Pasukan Cakrabirawa menjadikan mereka seringkali berkumpul dan membahas berbagai hal tentu diselingi dengan kabar dari Tanah Air mereka.

Beberapa mantan Pasukan Cakrabirawa yng tersebar di Thailand banyak yang sudah berusia lanjut dan adapula yang meninggal.

Meski zaman telah berubah dan pemerintahan telah berganti, mereka rupanya tak akan pernah mau pulang ke Indonesia.

Trauma akan masa lalu masih menghantui mereka hingga kini.

Bahkan hingga kini mereka masih yakin jika kembali ke Indonesia, mereka pastia kan ditangkap, diinterogasi dan dijebloskan ke penjara.[tn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita