Khawatir Biaya Membangun Ibu Kota Baru Membengkak Jadi Rp2000 Triliiun

Khawatir Biaya Membangun Ibu Kota Baru Membengkak Jadi Rp2000 Triliiun

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Pakar ekonomi Anthony Budiawan menilai biaya yang direncanakan pemerintah untuk membangun ibu kota negara yang baru di Kalimantan Timur terlalu rendah. Jauh di bawah standar banch mark atau patokan dunia.

Penilaian ini disampaikannya dalam seminar "Menyoal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/.9).

Forum itu dibuka Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan dihadiri budayawan Ridwan Saidi, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin, Direktur Indef Tauhid Ahmad, serta Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institut Hendrajit. Keynote speech-nya Prof Amien Rais.

Dia menyebutkan bahwa sejumlah pembicara menilai dari sudut geopolitik, ekonomi, hukum, dikatakan bahwa urgensi pemindahan ini tidak ada. Tetapi sebagai pakar ekonomi, Anthony justru melihat ada urgensinya.

"Saya katakan mungkin urgensinya ada, karena berkaitan dengan aspek keuangan Rp486 triliun. Motif dari keuangan ini apa pun bisa segera saja terjadi," ucap Anthony.

Eks direktur PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) ini menyebutkan, angka Rp 486 triliun itu merupakan perencanaan Bappenas dan pembangunannya akan dilakukan periode anggaran 2020-2024. Jumlah penduduk yang akan dipindakan sekitar 1,5 juta orang.

"Kalau kita lihat Rp 486 triliun, data Bappenas, dibagi 1,5 juta penduduk, ongkos biaya pembangunan itu hanya Rp 324 juta, atau dalam dollar Amerika 22.500, untuk memindahkan 1,5 juta penduduk ke ibu kota baru," jelasnya.

Dia lantas menyatakan bila dibandingkan dengan banch mark atau patokan dunia, maka biaya yang direncanakan pemerintah sekitar 4 atau 5 kali lebih murah.

Sebab, biaya standar membuat ibu kota baru di dunia itu sekitar USD 100 ribu - USD 500 ribu per recidence.

Oleh sebab itu, Anthony yang pernah bergabung dalam tim ekonomi pasangan Capres - Cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, khawatir biaya yang direncanakan sebesar Rp486 triliun ini nantinya bisa membengkak di tengah jalan.

"Jangan-jangan nanti langsung membengkak jadi Rp2000 triliun, lima kali lipat. Dan saya sangat yakin dengan Rp486 triliun, bisa jadi bukan ibu kota (negara) yang dibangun, ibu kota kabupaten lagi. Sangat di bawah standar," kata Anthony, disambut tawa peserta seminar.[nn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita