GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui dilakukannya Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepala negara yang merupakan kader PDIP itu menilai lembaga antirasuah perlu diawasi.
Jokowi berpandangan, KPK memerlukan dewan pengawas. Karena semua lembaga negara, presiden, Mahkamah Agung (MA) DPR bekerja dalam prinsip check and balance, saling mengawasi. Sehingga hal ini dibutuhkan untuk meminimalkan potensi penyalahgunakan kewenangan.
“Seperti presiden kan diawasi, diperiksa BPK dan diawasi DPR. Soal Dewan Pengawas untuk KPK saya kira wajar dalam proses tata kelola yang baik,” ujar Jokowi dalam konfrensi pers di kompleks istana kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/9).
Oleh karena itu, lanjut Jokowi, perlu ada dewan pengawas yang bisa diambil dari tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat antikorupsi. Jadi bukan dari politisi, bukan birokrat atau aparat penegak hukum aktif.
Menanggapi hal itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menilai adanya dewan pengawas suatu bentuk intervensi terhadap hukum. Misalnya saja dalam melakukan penyadapan, KPK perlu mendapatkan izin dari dewan pengawas. Sehingga dia menilai sama saja KPK diperlemah dalam melakukan penindakan.
“Ini bentuk intervensi terhadap proses hukum. Proses justisia. Kalau dicampurkan dengan dewan pengawa itu sama saja adanya campur tangan presiden di dalam KPK,” ujar Donal Kepada JawaPos.com.
Menurut Donal, alasan Jokowi sangat tak rasional jika KPK perlu diawasi seperti halnya lembaga lain. Baginya KPK sudah diawasi oleh DPR. Karena setiap yang dilakukan oleh KPK akan dipertanyakan dalam rapat kerja dengan DPR.
“KPK kan juga menjadi objek dari pengawasan DPR,” katanya.
Donal juga menuturkan, apabila dicontohkan dengan Polri ada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), kemudian Kejaksaan Agung ada Komisi Kejaksaan. Dua lembaga pengawas ini jika dibandingkan dengan KPK juga tidak rasional. Sebab Polri dan Kejaksaan Agung dalam melakukan penyadapan tidak perlu meminta izin Kompolnas dan Komisi Kejaksaan.
“Jadi enggak ada itu Kompolnas diberikan kewenangan untuk diberikan persetujuan untuk penyadapan dan penyitaan,” pungkasnya. [jp]