GELORA.CO - Gelar dari Universitas Trisakti kepada Presiden Joko Widodo sebagai Putra Rerformasi dinilai tidak tepat. Sekalipun alasan pemberian tersebut karena mantan Walikota Solo itu dianggap mendukung cita-cita reformasi.
Analis politik dari Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menyampaikan bahwa reformasi adalah gerakan perubahan, dari rezim otoritarian ke libertarian. Di mana warga negara memimpikan sebuah negara yang terbuka atas hak-hak dasar.
Sementara Jokowi, sambungnya, justru sedang berupaya mengembalikan era di mana warga negara kehilangan kebebasan.
“Rasanya tidak relevan kepemimpinan semacam itu disemat gelar putra reformasi,” ungkap Dedi, Minggu (22/9).
Dedi menambahkan selama menjadi pemimpin Indonesia, Jokowi mendukung pemerintahan yang oligarki dan hanya mementingkan sedikit elit serta mengorbankan warganegara.
“Maka selama itu pula, ia tidak pernah mendekati cita-cita reformasi. Sikap Jokowi yang lebih melindungi hak koruptor melalui persetujuan UU KPK baru, juga soal pemidanaan pengkritik presiden, atau pejabat publik lainnya,” jelasnya.
“Jadi Jokowi lebih layak disebut putra formasi orde baru. Karena di era ode baru lah warga negara tak miliki kebebasan untuk mengoreksi penyekenggara negara,” demikian Dedi. [rm]