GELORA.CO - Kejadian dugaan rasisme yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur hanyalah triger (pemantik) gejolak yang terjadi di Papua dan Papua Barat akhir-akhir ini. Pada dasarnya ada empat akar persoalan yang jadi penyebab konflik di bumi cendrawasih.
Demikian yang dikatakan Peneliti Tim Kajian Papua LIPI Aisyah Putri Budiarti usai diskusi populi center di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8).
Aisyah mengungkapkan, salah satu dari empat akar persoalan penyebab konflik di Papua yakni diskriminasi. Hal tersebut tergambar jelas pada kejadian di Surabaya, Jawa Timur.
Kemudian, sambung Aisyah, akar masalah lainya yakni pelanggaran HAM. Padahal, pendekatan refresif yang dilakukan oleh rezim Orde Baru terhadap Papua telah dicabut. Namun persoalan dugaan pelanggaran HAM di Papua masih saja terjadi dan belum dituntaskan.
“Harus ada penyelesaian pelanggaran HAM, tapi sampai saat ini (dugaan pelanggaran HAM) Wamena dan Paniai belum terselesaikan. dan itu terjadi di era reformasi,” kata Aisyah.
Kemudian masalah lainya adalah gagalnya pembangunan manusia di Papua yang seolah tidak ada solusi. Berdasarkan riset LIPI, kondisi kemiskinan semakin tinggi dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua termasuk yang terendah.
“Itu berada di wilayah kabupaten kota yang mayoritas OAP (Orang Asli Papua). Makin tinggi OAP semakin banyak masalah kemiskinan yang IPM temukan,” ujarnya.
Dan problem terakhir yang menjadi dasar kenapa Papua terus berkonflik adalah status politik Papua dan sejarah perpolitikanya yang dihindari oleh pemerintah Indonesia.
“Padahal itu isu besar yang harus diperhatikan pemerintah. Dan Ini ada perbedaan prespektif tentang status politik dan integrasi Papua masuk ke Indonesia. ini harus diperhatikan,” demikian Aisyah. (Rmol)