Beredar Foto Lama Bersama Tommy Soeharto, Najwa: Saya Di-framing Antek Orba

Beredar Foto Lama Bersama Tommy Soeharto, Najwa: Saya Di-framing Antek Orba

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Presenter Najwa Shihab mengklarifikasi perihal fotonya bersama Tommy Soeharto yang beredar. Najwa menjelaskan foto tersebut merupakan foto lama yang sengaja diungkit untuk mendiskreditkan dirinya.

"Sikap editorial Narasi TV dan Mata Najwa terkait situasi terakhir politik Indonesia, terutama isu KPK dan demonstrasi mahasiswa, membuat saya, Najwa Shihab, didiskreditkan lewat berbagai disinformasi. Foto lama saya dengan Tommy Soeharto, Lieus Sungkharisma, dan Ichsanuddin Noorsy diedarkan kembali bersama capture-an sebuah berita berjudul 'Kabar Mengagetkan, Najwa Shihab, Tommy Soeharto, Noorsy dan Lieus Akhirnya Bersepakat Untuk...' Saya di-framing sebagai antek Orde Baru karena bertemu Tommy Soeharto dan karena ayah saya, Prof. Quraish Shihab, pernah diangkat sebagai Menteri Agama di era Soeharto," kata Najwa dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/9/2019).

Fotonya bersama Tommy beredar melalui di dunia maya dengan judul 'Kabar Mengagetkan, Najwa Shihab, Tommy Soeharto, Noorsy Dan Lieus Akhirnya Bersepakat Untuk..'. Dalam foto tersebut, tampak Najwa yang mengenakan pakaian berwarna putih tengah berfoto bersama Tommy Soeharto, Lieus Sungkharisma, dan Ichsanuddin Noorsy.

Najwa menjelaskan foto bersama putra Presiden ke-2 RI Soeharto itu diambil pada 22 November 2017. Saat itu, dia bersama kru Narasi TV, termasuk CEO dan Pemimpin Redaksi Narasi TV, yang saat itu dijabat Catharina Davy dan Olivia Rosalia, bertemu Tommy untuk menjajaki sekaligus mengundang ke 'Catatan Najwa'. Tommy, kata dia, saat itu diundang dalam status sebagai pendiri Partai Berkarya yang baru saja lolos verifikasi KPU dan dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2019.

"Tommy menyatakan kesediaannya saat itu, namun perlu mencari jadwal yang tepat. Tommy berkali-kali menunda jadwal yang sempat disepakati. Tommy baru bisa diwawancarai di kediamannya pada 5 Juli 2018. Hasil wawancara itu tayang di 'Mata Najwa' pada 11 Juli 2018 dengan tajuk 'Siapa Rindu Soeharto'," kata Najwa.

"Tommy muncul dalam tiga segmen pertama. Dalam tiga segmen itu, saya menyoal sejumlah topik penting terkait rekam jejak Tommy dan kasus-kasus korupsi serta pelanggaran HAM yang dilakukan ayahandanya. Segmen 1 dibuka dengan memperkenalkan Tommy sebagai 'dalang pembunuhan Hakim Syaifuddin'. Saya juga mencecar klaim Tommy soal masyarakat merindukan era Orde Baru di segmen ketiga. Selain Tommy, hadir narasumber lain seperti Priyo Budi Santoso sebagai Sekjen Partai Berkarya. Saya juga mengundang Haris Azhar, seorang pegiat HAM, untuk menguji klaim-klaim yang disodorkan Tommy maupun Priyo," sambung dia.

Menurut Najwa, penyebaran foto dirinya bersama Tommy merupakan serangan personal yang jahat. Dia menegaskan tuduhan antek Orba yang disematkan kepadanya juga tidak berdasar.

"Tuduhan 'antek Orde Baru' sama sekali tidak berdasar karena sikap saya jelas dalam menyangkut warisan-warisan Orde Baru. Tidak terbilang produk-produk jurnalistik 'Mata Najwa' yang berisi sikap kritis terhadap Orde Baru dan itu juga tecermin dalam episode 'Siapa Rindu Soeharto?' Saya sangat keberatan sikap personal saya sebagai jurnalis dikait-kaitkan dengan keluarga saya. Selain personal, disinformasi ini juga merupakan serangan terhadap kerja-kerja jurnalistik. Tidak terbilang cacian terhadap media yang memberitakan topik mengenai revisi UU KPK dan demonstrasi mahasiswa minggu lalu. Saya, 'Mata Najwa', dan Narasi TV tidak sendirian dalam hal ini," tuturnya.

"Kritik kepada pers jelas diperbolehkan, bahkan penting, bagi demokrasi, juga bagi pers. Tidak ada pers yang sempurna. Tetapi jika yang dilakukan adalah serangan personal, ad hominem, apalagi hingga membawa-bawa keluarga, persoalannya menjadi sangat berbeda," sambung Najwa.

Najwa mengatakan selama ini menghargai semua pendapat yang seakan menyerang dirinya. Namun dia menyayangkan jika pendapat tersebut diiringi dengan disinformasi dan pembunuhan karakter kepadanya.

"Seseorang menulis serangan kepada saya sebagai kill the messenger. Saya menghargai pendapat tersebut, kendati sejujurnya saya tidak berpikir sejauh itu karena toh saya masih bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Saya menganggap hal ini sebagai sesuatu yang kontraproduktif bagi usaha merawat ruang publik yang sehat, yang menghargai perbedaan pendapat, yang tidak dicemari oleh doxing, disinformasi, dan pembunuhan karakter," ujar Najwa.

Lebih lanjut, Najwa mengatakan, belakangan ini Indonesia memang sedang dilanda kompleksitas persoalan. Namun, menurut dia, hendaknya hal itu disikapi dengan memperbanyak dialog antara para elite dan warga, antara warga dan warga, di antara sesama kita.

"Dalam episode 'Mata Najwa' terakhir, bahkan saya membuka topik tentang perlunya pemerintah berdialog dengan para mahasiswa yang saat itu saya undang. Bahwa pertemuan itu batal adalah persoalan lain. Saat itu saya hanya membuka kemungkinan hadirnya percakapan yang setara karena saya percaya pers punya tanggung jawab merawat ruang publik sebagai arena yang terbuka bagi perdebatan, aneka pikiran, ragam kegelisahan, hingga kekecewaan," pungkasnya.



[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita