GELORA.CO - Ketua Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat Benny Wenda mengatakan mengeluarkan surat edaran yang berisi instruksi agar rakyat Papua tak mengikuti upacara kemerdekaan 17 Agustus.
"Saya memang mengeluarkan surat edaran beberapa pekan sebelum selebrasi kemerdekaan Indonesia. Isinya menyerukan kepada rakyat Papua supaya tidak ikut upacara. Tapi aksi di Surabaya yang merembet ke Papua itu spontanitas saja. Rakyat Papua yang bergerak," ujar Benny Wenda, seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 2-8 September 2019.
Menurut Benny, peristiwa tersebut merupakan pijakan menuju kemerdekaan Papua. "Saya sudah tahu akan ada waktunya. Ini momentum yang paling ditunggu. Sentimen (kemerdekaan) sudah lama hidup. Bangsa Papua bersatu karena momentum ini," ujar dia.
Benny menyebut, yang terjadi di Papua selama ini adalah kolonialisme, penjajahan. Di Papua, ruang gerak masyarakat dipersempit. "Di mana-mana ada intelijen, militer, polisi. Kami mengalami intimidasi setiap hari. Di Papua, tidak ada ruang demokrasi seperti yang dinikmati pulau lain. Maka kami akan lebih baik kalau lepas dari Indonesia. Kami siap merdeka," ujar Benny.
Jika selama ini pemerintah mengklaim berupaya mewujudkan keadilan di Papua dengan membangun infrastruktur, kata Benny, hal itu bukanlah yang diinginkan masyarakat Papua. "Kami tidak melihat pembangunan itu menguntungkan bangsa Papua. Kami menuntut tak ada lagi pembunuhan, penganiayaan, dan diskriminasi," ujar dia.
Benny Wenda kini tinggal di Oxford, Inggris. Ia didakwa atas tuduhan mengerahkan massa untuk membakar kantor polisi pada 2002. Ketua Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka itu menyeberang ke Papua Nugini hingga akhirnya mendapatkan suaka politik dari Inggris pada 2003. [tc]