Oleh Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Anies, termasuk gubernur Jakarta yang sepi pemberitaan media. Media mainstream terutama, seperti ketakutan untuk membuat berita tentang Anies. Terutama jika itu menyangkut hasil kerja dan prestasinya. Pertama, seperti ada yang khawatir dapat saingan. Telo yo tetap telo, roti tetap roti, kata tetangga sebelah. Gak akan ketuker. Mau dibungkus apapun, tetap rasanya beda.
Kedua, Anies bukan saja tidak menguntungkan, tapi menghambat bahkan menghalangi bisnis pihak tertentu. Reklamasi disegel, Alexis ditutup, bisnis air bersih dihentikan kontraknya, pengelolaan apartemen dicabut dari pengembang dan diserahkan ke pemilik, usaha memburu rumah di Menteng yang tak bisa bayar pajak terhambat. Berapa ratus triliun yang gagal masuk kantong? Jika anda bagian dari mereka, anda bisa terima? Berat bro.
Ketiga, Anies dianggap sebagai calon paling potensial untuk pemimpin masa depan. Gubernur Indonesia, begitu publik menjulukinya. Nampak mirip heroisme Jokowi di 2012 dan 2014. Hanya beda style, kapasitas dan mungkin juga integritas. Ini akan jadi ancaman bagi siapapun yang bernafsu untuk ikut bertarung di pilpres 2024.
Sejumlah pihak tak ingin Anies berkibar namanya. Pihak-pihak ini dipastikan punya akses untuk kendalikan, bahkan ancam media. Wajar jika Anies tak banyak muncul di media.
Bukan hanya soal media. Kabarnya ada buzzer yang disiapkan khusus untuk menyerang Anies di medsos. Bahkan juga pasukan nasi bungkus yang kerja ritualnya mendemo Anies di Balaikota.
Apakah Anies gak boleh didemo? Boleh sekali!Setiap orang yang diberi amanah oleh rakyat sebagai pejabat publik harus dipantau, dikritisi dan dikritik. Termasuk Anies. Tak mempan dikritik, mesti didemo. Tapi, demo beneran. Natural dan tidak bayaran. Bukan suruhan dan jadi profesi/pekerjaan. Banyak yang menilai bahwa demo kepada Anies lebih bersifat politis. Terbaca polanya.
Meski masif dihajar dari empat penjuru arah angin, dari sisi branding, ini justru menguntungkan buat Anies. Anies jadi pembicaraan publik. Publik penasaran, lalu mereka cari tahu tentang Anies. Selain faktor empati juga. Secara psikologis, masyarakat cenderung berempati kepada orang yang terzalimi. Ini namanya bulliyan jadi pujian.
Terkini, Anies diserang dengan isu ambulan DKI yang diduga membawa batu dan bensin. Buat siapa? Para pendemo. Mirip mobil Gerindra saat demo bulan Mei lalu. Kaset lama dong. Sindir teman saya.
Mosok kalau mau bawa batu pakai mobil Gerindra? Emang orang-orang Gerindra bodoh semua ya? Mosok kalau niat bantuin demonstran harus angkut batu dan bensin dengan ambulan? Emang petugas palang merah DKI bego semua ya?
Anda yang paling awam, gak lulus SD dan paling bego di dunia, gimana pendapatnya? Gerutu seorang temen. Iya juga ya..., pikir saya. Kok jadi saya yang bego, kataku dalam hati.
Publik menilai ini tidak rasional. Tapi, apapun itu kasus ini sudah jadi berita. Detik.com dengan semangat telah menurunkan berita terkait kasus ini. Lalu kumparan.com memberi tahu kalau tweet @TMCPoldaMetro terkait 5 ambulan DKI yang diduga angkut batu dan bensin sudah dihapus. Kenapa dihapus? Bukan lu aja yang nanya. Gue juga nanya. Kenapa ya?
Tidak saja berita, ada video plus narasi yang beredar. Viral di berbagai medsos. Publik pun membicarakannya. Kabar mulai simpang siur. Lalu, yang benar bagaimana?
Untuk mengungkap kebenaran, kasus ini harus dibongkar. Dibuka ke publik, benarkah ada batu dan bensin di ambulan milik DKI? Kalau ada, siapa yang menaruh batu dan bensin di ambulan itu? Pegawai ambulankah? Atau ada pihak yang sengaja ingin men-downgrade Pemprov DKI. Maksudnya downgrade Anies? Ya siapa lagi? Karena Anies orang nomor satu di DKI. Setelah itu, muncul teriakan:"Aku NKRI" dan teriakan: "Aku Pancasila". Awas! Sejumlah koruptor sebelum ditangkap KPK dulu juga sering teriak-teriak seperti itu loh... Jangan sampai anda bernasib sama dengan mereka.
Bila perlu, buat tim independen untuk menyelidiki kasus 5 ambulan DKI ini. Tim Independen ya... Bukan pura-pura independen. Yang pura-pura sudah terlalu banyak. Kita cari yang ori aja.
Kasus ini harus diusut. Siapapun yang terlibat terkait berita tentang dugaan ada batu dan bensin di ambulan DKI harus bertanggungjawab secara hukum. Tak boleh kasus model begini terus berulang. Meski ini dianggap cara klasik, tetap harus dituntaskan. Siapapun yang melakukan dan juga otak pelakunya harus diseret ke pengadilan, agar di kemudian hari tidak ada lagi mobil yang angkut batu dan bensin di tengah demonstran.
Belum sampai diusut, ternyata? Salah info. Perusuh yang bawa batu ngumpet di balik mobil ambulan. Masuk akal juga! Tapi, kok viral foto sejumlah orang keluarin banyak batu dari ambulan? Mungkin foto yang lain. Kenapa ambulannya ikut ditangkap? Apa salahnya ambulan? Mungkin ambulan-ambulan itu menghalangi para perusuh. Yuk husnudhan. Saling percaya itu menyejukkan.
Yang pasti, Anies tak jadi dibully. Terus bekerja, dan menjenguk para korban di rumah sakit. Menggratiskan biaya bagi semua yang terluka. Baik aparat maupun demonstran.
Apapun yang selama ini menimpa Anies, itu adalah serpihan dari pernak-pernik seorang pemimpin. Ujian, kata agamawan. Pemimpin memang harus diuji. Atas ujian itu mampukan pertama, Anies tetap bekerja untuk terus membuktikan prestasinya dalam mengurus DKI? Kedua, mampukah Anies tetap cool dan stabil emosinya dengan kerja-kerja mengayomi, bukan memusuhi?
Selama ini, Anies sudah bekerja dengan baik. Jika ia terus konsisten dengan pola sikap dan fokus pada kerja-kerja profesionalnya, maka akan semakin berlimpah tabungan simpati dari rakyat. Dengan begitu, Anies berpotensi menjadi masa depan Indonesia.
Jakarta, 26/9/2019 (*)
[tsc]