GELORA.CO - Facebook telah menyetujui menutup obrolan di halaman resmi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, setelah sebuah status muncul di halaman media daringnya bertuliskan: “orang-orang Arab ingin menghancurkan kita semua – wanita, anak-anak dan pria.”
Perusahaan media sosial itu mengatakan status itu dinilai telah melanggar kebijakan ujaran kebencian.
“Setelah meninjau dengan hati-hati kegiatan bot kampanye Likud, kami menemukan pelanggaran terhadap terhadap kebijakan kami,” tulis Facebook, hari Kamis (12/8).
acebook akhirnya menonaktifkan fungsi obrolan otomatis halaman selama 24 jam, kutip The Independent.
Netanyahu membantah telah menulis posting seperti itu. Dalam sebuah wawancara dengan radio Kan Reshet Bet, ia bahkan menimpakan kesalahan pada stafnya, dan mengklaim belum melihat tulisan itu.
Kepala partai koalisi yang sebagian besar terdiri dari Daftar Gabungan Arab, Ayman Odeh, telah mengadu ke Facebook terkait penyataan Netanyahu.
Ayman Odeh menyebut perdana menteri yang sedang tersangkut korupsi itu sebagai seorang “psikopat”.
“Netanyahu adalah psikopat tanpa garis merah,” kata Odeh. “Dia ingin darah. Penjahat yang memalukan ini akan melanjutkan pertumpahan darahnya pada kita selama dia yakin itu akan membantunya menghindari penjara,” melalu akun Twitter sebagaimana dikutip Time of Israel.
Presiden sayap kanan berkampanye untuk mempertahankan posisi kekuasaannya dalam pemilihan minggu depan.
Ia mengatakan, pembekuan perusahaan Facebook itu tidak akan mempengaruhi kampanye pemilihan di layanan daring.
“Itu bukan aku. Itu adalah salah satu pekerja di markas pemilihan kami,” tegasnya.
“Kesalahan itu sudah diperbaiki dengan cepat. Berpikirlah secara logis: Apakah Anda pikir saya akan benar-benar menulis hal seperti itu? Saya punya teman di negara-negara Arab … Apa ini omong kosong?” tambahnya dikutip.
Pada Pemilu 2015, Netanyahu sempat menuduh partai oposisi kiri memengaruhi pemilih keturunan Arab-Israel untuk “berbondong-bondong” agar tidak memilih dia.
“Kondisi (partai sayap) kanan tengah dalam bahaya,” kata Netanyahu waktu itu. Pernyataannya yang dinilai rasisi ini menuai kritik keras dan membuatnya meminta maaf.
Populasi warga Arab-Israel mencapai sekitar 20 persen dari delapan juta populasi negara yang didirikan di lahan tanah rakyat Palestina itu.
Warga keturunan Arab di Israel adalah minoritas dan telah lama mengeluhkan kehilangan hak suaranya di Israel.
Sejak adanya perwakilan Arab di parlemen sebanyak 13 mandat dari 120 kursi di parlemen, warga Israel keturunan Arab seolah memiliki harapan baru dengan masuk ke dalam daftar pemilihan umum di Israel.
Warga Arab-Israel adalah keturunan warga asli yang tinggal di wilayah Israel selama perang pendirian negara Israel pada tahun 1948.
Saat ratusan ribu warga Palestina melarikan diri, atau diusir dari rumah mereka, sebagian mengungsi ke negara tetangga seperti; Jordania, Lebanon dan Suriah, atau tinggal di Tepi Barat, Jalur Gaza dan Jerusalem Timur yang dijajah Israel.
Pria berusia 69 tahun ini telah berusaha untuk memastikan dukungan nasionalis dengan menggunakan retorika garis keras.
Hari Selasa, Netanyahu berjanji akan mencaplok Lembah Jordan, yang merupakan bagian dari Tepi Barat yang dijajah.
Aneksasi adalah ilegal menurut hukum internasional tetapi Netanyahu meminta para pemilih untuk memberinya “mandat” agar bisa mecaplok wilayah bagian Palestina itu jika dia terlipih.
Partai Likud sayap kanan Netanyahu menghadapi persaingan ketat dari Partai Biru dan Putih kanan-tengah.
Perdana menteri Israel telah muncul sebagai pemenang dalam pemilihan 9 April tetapi gagal memenangkan kursi dalam koalisi di Knesset, untuk membangun pemerintahan.
Dia akhirnya membubarkan badan legislatif untuk kedua kalinya dalam enam bulan, melakukan pemilihan ulang yang akan diselenggarakan pada 17 September.
Di tengah kampanye pemilihan ulang, ia mencoba meraih simpati pemilih dengan mencari musuh bersama, menyerang Gaza.
“Sepertinya tidak ada pilihan lain selain melakukan operasi besar-besaran,” katanya dikutip TV Channel 13 Israel, sebelum meninggalkan Sochi untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pernyataannya ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ‘serangan ke Gaza’ akan menjadi bagian rutin setiap menjelang Pemilu di Israel. [ns]