GELORA.CO - Pelantikan presiden dan wakil presiden Indonesia pada Oktober 2019 mendatang terancam akan tertunda setelah muncul gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Advokat Lembaga Bantuan Hukum Solidaritas Indonesia, Lalu Piringadi, mengatakan telah melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan mewakili kliennya Zulkifli S. Ekomei yang meminta UUD 1945 versi amandemen dibatalkan dan dikembalikan ke UUD seperti sebelumnya yang disahkan PPKI, di mana MPR menjadi lembaga tertinggi negara.
"Kami menggugat perbuatan melawan hukum terhadap MPR, DPR, Presiden, pimpinan partai, panglima TNI hingga Kapolri dalam perkara pembatalan amandemen UUD 45 versi MPR yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 itu teregister dengan nomor perkara: 592/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst tgl 27 September 2019," kata Lalu Piringadi di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu 29 September 2019.
Dalam gugatan tersebut juga memiliki poin dugaan pemalsuan UUD 45 versi MPR, yang nantinya akan berimplikasi pada penundaan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, yang harus menunggu hasil putusan hukum pengadilan, atau hasil Sidang Umum atau Sidang Istimewa MPR untuk menyikapi gugatan hukum tersebut.
"Secara hukum akan membawa konsekuensi, pertama penundaan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, yang harus menunggu hasil putusan hukum pengadilan, atau hasil Sidang Umum atau Sidang Istimewa MPR untuk menyikapi gugatan hukum," ujarnya.
Bahkan, dalam poin gugatan, lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK diminta menjadi bagian dari MPR agar tidak dapat diintervensi DPR maupun presiden.
"Penguatan lembaga antikorupsi KPK, yaitu dengan menaikkan status KPK menjadi bagian dari lembaga MPR dalam bentuk komisi atau badan pekerja MPR di bidang penegakan hukum, khusus penanganan kasus korupsi," ujarnya. [vn]