GELORA.CO - Gempa bumi dahsyat memporak-porandakan wilayah timur Mediterania, Konstantinopel, Kesultanan Turki pada 10 September 1509. Gempa berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) yang terjadi pukul 10 malam itu berada tepat di perairan dangkal di Laut Marmara, sehingga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami.
Sebanyak 10 ribu orang meninggal dunia. Konstantinopel kini lebih dikenal dengan Istanbul, dan Kesultanan Turki atau Kesultanan Utsmaniyah kini berubah menjadi Republik Turki.
Berdasarkan data yang diolah VIVA, Senin, 9 September 2019, gempa bumi yang terkenal dengan sebutan The Lesser Judgement Day atau 'Kiamat Kecil' ini membuat 109 masjid, ribuan rumah, serta bangunan lainnya rata dengan tanah.
Pada saat guncangan pertama terjadi, air laut langsung menyusut seketika. Tak lama kemudian gelombang besar yang dikenal dengan sebutan tsunami setinggi 6 meter menghantam dan membanjiri jalan dan permukiman warga.
Pascaguncangan pertama terjadi, gempa terus mengguncang Konstantinopel selama 45 hari ke depan. Galatis adalah wilayah terdampak terbesar dari hantaman tsunami tersebut. Hal ini pula yang membuat banyak nyawa hilang di Konstantinopel. Wilayah lainnya yang juga terkena dampak besar adalah Corlu, lalu menyebar hingga Izmit.
Sebagai informasi, kata tsunami berasal dari bahasa Jepang "tsu" yang berarti pelabuhan dan "nami" yang berarti gelombang. Secara ilmiah, tsunami adalah gelombang air laut yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh pergerakan tiba-tiba di dasar laut.
Faktor yang sering terjadi dan menyebabkan 90 persen bencana tsunami adalah gempa bumi yang terjadi di bawah laut. Gempa bumi di bawah laut terjadi karena tubrukan lempeng-lempeng tektonik. Tubrukan ini mengakibatkan pergerakan dasar laut dan mengganggu keseimbangan air yang berada di atasnya.
Namun, tidak semua gempa bumi bawah laut berpotensi menimbulkan tsunami. Misalnya, gempa bumi bawah laut yang pusat gempanya lebih dari 30 kilometer di bawah permukaan air biasanya tidak berpotensi tsunami.
Sebaliknya, apabila pusat gempa berada dekat dengan permukaan air laut, berada pada jarak 0 hingga 30 kilometer di bawah permukaan laut, maka tsunami mungkin terjadi. Selain itu, gempa yang memicu tsunami biasanya berkekuatan di atas 6,5 SR dan memiliki pola pergerakan (sesar) naik turun.[vv]