GELORA.CO - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) membentuk tim investigasi terkait tewasnya calon anggota paskibraka, Aurellia Quratu Aini (AQA). KPAI meminta Pemkot Tangsel tak tinggal diam.
"Pemerintah Kota Tangsel semestinya tidak tinggal diam, namun segera membentuk tim investigasi bentukan Wali Kota Tangsel yang akan melakukan investigasi dalam proses pelaksanaan pelatihan paskibraka Kota Tangsel," kata Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti, lewat keterangannya, Selasa (6/8/2019).
KPAI ingin tim investigasi ini mengecek susunan acara, SOP kegiatan, pengawasan pihak berwenang, hingga soal evaluasi kegiatan pelatihan paskibraka.
Retno mengaku KPAI sudah menyurati Pemkot Tangsel. Rapat tersebut akan membahas soal tewasnya Aurel, mencari solusi, termasuk mengevaluasi pelatihan paskibraka di Tangsel.
"KPAI mengajukan usulan rapat koordinasi tersebut pada Selasa, 13 Agustus 2019, di kantor Wali Kota Tangsel," kata Retno.
KPAI juga meminta Pemkot Tangsel mengundang Dinas Pemudan dan Olahraga beserta tim pelatih paskibraka Kota Tangsel, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), P2TP2A, serta Inspektorat Kota Tangsel.
"KPAI juga akan meminta Pemkot Tangsel mengundang perwakilan kemenpora RI, Dinas Pendidikan Provinsi Banten, dan SMA Al Azhar Tangsel. KPAI juga meminta orang tua ananda AQA dihadirkan dalam rapat koordinasi tersebut sehingga rakor terwakili oleh semua unsur. Apalagi orang tua AQA juga ingin bertemu Wali Kota Tangsel, Airin," imbuhnya.
Retno mengaku sudah bertemu dengan orang tua Aurel, yang ternyata juga mantan anggota paskibra. Kedua orang tua Aurel menyampaikan fakta-fakta soal pelatihan paskibraka yang diikuti putrinya.
Diketahui, Aurel mengikuti pelatihan paskibraka sejak Selasa (9/7) dan akan mengikuti pelatihan selama sebulan lebih untuk upacara peringatan hari kemerdekaan RI di halaman kantor Wali Kota Tangsel pada 17 Agustus 2019.
Kepada KPAI, orang tua Aurel menceritakan proses pelatihan yang diikuti anaknya. Tiap pagi, Aurel bersama anggota paskibra lainnya disuruh lari dengan membawa ransel berisi 3 kg pasir, 3 liter air mineral, dan 600 ml teh manis.
"Kekerasan tidak dibenarkan dalam peraturan perundangan mana pun di Indonesia, siapa pun pelaku kekerasan wajib ditindak tegas sesuai peraturan perundangan yang berlaku agar ada efek jera dan agar tidak ada korban lagi," ucap dia.
Para peserta pelatihan pernah ditampar, diperintahkan memakan jeruk beserta kulitnya, serta push up dengan tangan terkepal. Selain itu, para anggota paskibra diperintahkan menulis di buku harian berlembar-lembar.
"AQA mengaku ada 4 temannya yang tidak mengumpulkan buku diary, kemudian berimbas pada perobekan buku diary satu tim AQA, lalu diperintahkan untuk menulis kembali dari awal dengan tulisan tangan, hal ini sempat dikeluhkan AQA karena dia sangat kelelahan menulis kembali diary yang disobek oleh seniornya tersebut," kata Retno.
Meskipun orangtua Aurel tidak melaporkan kasus ini ke kepolisian, namun polisi sudah mendatangi pihak keluarga. Selain Polres Kota Tangsel, pihak Polda Metro Jaya pun mendatangi pihak keluarga guna meminta keterangan dan pihak keluarga juga menyerahkan alat bukti berupa buku diary dan ponsel Aurel untuk proses pemeriksaan pihak kepolisian.
Aurel sempat terjatuh tak sadarkan diri di rumahnya saat akan membuat teh. Aurel lalu dibawa ke RS. Namun nyawanya tak tertolong. Aurel tewas pada Kamis (1/8). [tsc]