GELORA.CO -NASKAH Satu Bahasa, Satu Indonesia (10 Juli 2019) yang menganjurkan penggunaan bahasa Indonesia pada forum pertemuan antar bangsa memperoleh tanggapan positif dari para pemerhati Kedaulatan Bahasa Nasional yang menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional bangsa, negara dan rakyat Indonesia.
Namun di sisi lain, naskah Kedaulatan Bahasa Indonesia tersebut memperoleh tanggapan negatif para penganut aliran penggunaan bahasa Inggris pada forum internasional.
Perbedaan pendapat memang merupakan jati diri demokrasi. Lain halnya dengan pendapat mantan Wagub Timor Timur merangkap mahaguru militer saya, Letnan Jenderal Purnawirawan Suryo Prabowo.
Alih-alih pro atau kontra, sang penerima anugrah Adhi Makayasa dan Tri Sakti Wiratama ini menegaskan bahwa penggunaan bahasa Indonesia di forum nasional mau pun internasional sebenarnya tidak perlu diperdebatkan lagi.
Penggunaan bahasa Indonesia secara konstitusional sudah diatur oleh Undang-Undang Bahasa Negara.
Undang-undang
UU 24/2009 tentang Bahasa Negara pada pasal 28 tegas menegaskan bahwa, “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri”.
Pasal tersebut masih diperkuat oleh pasal 32 yang menegaskan bahwa, “(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat Indonesia di Indonesia, (2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri“.
Kesimpulan
Berdasar UU 24/2009 pasal 28 dan 32 tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila Presiden, Wakil Presiden dan pejabat negara Indonesia dalam pidato resmi pada forum nasional atau internasional yang diselenggarakan di Indonesia mau pun di luar negeri tidak menggunakan bahasa Indonesia, pada hakikatnya berarti melanggar UU 24/2009 pasal 28 dan32 tentang Bahasa Negara yang pada tanggal 9 Juli 2009 telah disahkan dengan tanda tangan Presiden Republik Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono.
Suprana.(rmol)