GELORA.CO - Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2019 diprediksi bakal jauh dari target pemerintah sebesar 5,17 persen. Ekonom senior DR Rizal Ramli bahkan memprediksi perekonomian Indonesia bakal nyungsep di angka 4,5 persen.
Prediksi itu dinilai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono bakal benar terjadi. Kata dia, dengan kondisi saat ini memang sulit menumbuhkan ekonomi di atas angka 5 persen.
"Memang sangat berat ya untuk tahun ini mencapai lima persen, apalagi di atas lima persen, kalau kita melihat keadaan ekonomi makro Indonesia saat ini," ujar Arif kepada Kantor Berita RMOL, Kamis (15/8).
Kondisi makro ekonomi yang dimaksud adalah defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) yang kian mengkhawatirkan.
Pada kuartal II 2019, Bank Indonesia mencatat CAD sebesar 8,4 miliar dolar AS atau 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu membengkak dibanding kuartal I 2019 sebesar 7 miliar dolar AS, atau 2,6 persen dari PDB.
Tak hanya itu, Rizal defisit perdagangan juga masih terjadi saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang bulan Juni 2019 memang mencatatkan surplus 200 juta dolar AS.
Namun, secara akumulatif Januari hingga Juni 2019, neraca perdagangan defisit 1,93 miliar dolar AS. Angka defisit akumulatif itu jauh lebih besar dibanding periode Januari hingga Juni 2018 yang sebesar 1,20 miliar dolar AS.
Selain faktor makro tersebut, Arief juga menyoroti dampak dari perang dagang China dan Amerika Serikat yang membuat fiskal global terganggu.
Perang dagang, katanya, telah berpengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi China. Padahal, banyak transaksi ekspor Indonesia menuju China.
“Pertumbuhan ekonomi mereka itu melambat, artinya dengan melambat apalagi China adalah negara yang menjadi nomor satu tujuan ekspor Indonesia, artinya kan ekspor Indonesia akan menurun," jelasnya.
Jika kondisi tersebut tidak bisa di atasi dengan baik, Arif memperkirakan ekonomi Indonesia maksimal hanya tumbuh 4,8 persen.
"Di sekitar 4,9 persen atau 4,8 persen saja sudah bagus, kalau untuk 5 persen itu sangat sulit," pungkasnya. (Rmol)