GELORA.CO - Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membebaskan pajak kertas. Desakan itu merespons Surat tertanggal 7 Agustus 2019 dari Kemenkeu yang memberi respons negatif terhadap permintaan serikat yang menaungi 450 penerbit pers cetak itu.
"Patut disayangkan jika Menkeu terlalu dini menutup pintu dialog dengan SPS Pusat Padahal ikhtiar pers cetak dalam ikut meliterasi dan mengkonsolidasi keutuhan bangsa selama ini tak terhitung lagi banyaknya," tutur Sekretaris Jenderal SPS Pusat Asmono Wikanimbuh.
Diketahui, Sri Mulyani merespons negatif permohonan Pengurus SPS Pusat untuk mendiskusikan ikhwal No Tax for Knowledge .
"Kami dengan menyesal belum bisa memenuhi permohonan pengurus SPS Pusat untuk bertemu Menteri Keuangan," bunyi kutipan surat yang ditandatangani Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, tanpa ada penjelasan memadai.
Untuk diketahui, Pengurus SPS Pusat pada tanggal 9 Juli 2019 berkorespondensi dengan Menkeu, mendiskusikan isu No Tax for Knowledge. Sebagai tindak lanjut dari saran Wakil Presiden Jusuf Kalla saat pengurus SPS Pusat beraudiensi dengannya di Kantor Wapres Jalan Merdeka Utara, Jakarta, pada 18 Maret 2019 lalu.
Asmono menuturkan, sebagai satu-satunya asosiasi penerbit pers cetak di Indonesia yang beranggotakan 450 penerbit, SPS meyakini, pemberian insentif atas pembelian kertas koran dan penjualan media cetak, tidak akan membuat pundi-pundi keuangan Negara tergerus.
"Justru melalui insentif tersebut, akan mengundang minat baca masyarakat semakin tinggi terhadap media cetak. Pada gilirannya budaya membaca yang kuat akan berkontribusi terhadap pencerdasan bangsa," ungkap Asmono.
Sebagai bagian dari media arus utama, kontribusi penerbit pers cetak terhadap informasi yang utuh juga sangat kuat. Pemerintah pun mengakui peran penting pers cetak dalam mendukung kampanye besar anti hoax.
"Patut disayangkan jika Menkeu terlalu dini menutup pintu dialog dengan SPS Pusat ikhwal No Tax for Knowledge. Padahal ikhtiar pers cetak dalam ikut meliterasi dan mengkonsolidasi keutuhan bangsa selama ini tak terhitung lagi banyaknya," imbuh Asmono.
Di berbagai negara maju, tambah Asmono, seperti Norwegia, Jerman, Denmark, Swedia, dan bahkan India, kebijakan insentif atas kertas koran juga diberlakukan.
Pada akhirnya, ini soal keberpihakan. Barangkali Menkeu tidak melihat pentingnya memberi keberpihakan pada industri yang tiap tahun menyumbang pajak ke Negara puluhan bahkan mungkin ratusan milyar. Itulah industri pers cetak di tanah air," pungkas Asmono.(rmol)