Prediksi RR, Pertumbuhan Ekonomi 2019 Terjun Bebas Di 4,5 Persen

Prediksi RR, Pertumbuhan Ekonomi 2019 Terjun Bebas Di 4,5 Persen

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen yang ditargetkan Presiden Joko Widodo akan “jauh panggang daripada api” di tahun ini.

Ekonom senior DR Rizal Ramli bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terjun bebas, jika dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan perkiraannya, pertumbuhan ekonomi tahun 2019 tidak lagi kuat bertahan di angka 5 persen dan akan anjlok di angka 4,5 persen.


"Kami ingin mengatakan bahwa tahun ini ekonomi Indonesia akan semakin nyungsep, pertumbuhan ekonominya paling hanya 4,5 persen. Indikator-indikator makro menunjukan kecenderungan makin merosot," ucapnya dalam diskusi bertajuk “Ngobrol Perkembangan Indonesia” di Jalan Tebet Barat Dalam IV, Jakarta Selatan, Senin (12/8).

Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu meminta kepada pemerintah untuk tidak lagi membantah prediksi ekonominya. Dia mengingatkan bahwa sebelum krisis ekonom 1998, dia pernah menyampaikan kritik. Tapi kritik yang didengungkan sejak 1996 itu diabaikan sehingga badai krisis melanda Indonesia.

Adapun salah satu indikator makro ekonomi yang disorot RR adalah kondisi defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) yang mengkhawatirkan.

Pada kuartal II 2019, Bank Indonesia mencatat CAD sebesar 8,4 miliar dolar AS atau 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu membengkak dibanding kuartal I 2019 sebesar 7 miliar dolar AS, atau 2,6 persen dari PDB.

"Defisit transaksi berjalan makin lama makin merosot. Ini sebetulnya sangat membahayakan," katanya.

Pelebaran pada angka defisit transaksi berjalan menunjukkan kondisi yang tidak seimbang pada neraca jasa dan neraca perdagangan barang. Pemerintah harus segera mencari solusi untuk menekan tingkat CAD.

"Kita jangan terlalu percaya diri dan membantah semua yang memberik masukan. Ini harus dicari solusinya," terangnya.

Tak hanya itu, Rizal juga menyoroti mengenai defisit perdagangan yang masih terjadi saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang bulan Juni 2019 mencatatkan surplus 200 juta dolar AS.

Namun, secara akumulatif Januari hingga Juni 2019, neraca perdagangan defisit 1,93 miliar dolar AS. Angka defisit akumulatif itu jauh lebih besar dibanding periode Januari hingga Juni 2018 yang sebesar 1,20 miliar dolar AS.

"Neraca perdagangan Indonesia juga semakin defisit. Negara tetangga Myanmar, Thailand, dia malah surplus. Ini karena kita tidak pernah melakukan simulasi, jadi seperti negara yang kagetan," paparnya.

Ia menegaskan, menjaga dan mengembangkan perekonomian nasional bukan hanya dengan membuat proyek pembangunan. Tapi juga fokus pada kondisi makro ekonomi, daya beli masyarakat, hingga ketersediaan lapangan pekerjaan.

"Saya ingin mengatakan bahwa ekonomi itu bukan hanya project, ini banyak yang pola pikirnya seperti itu. Satu pemerintahan yang fokusnya hanya proyek bisa-bisa pada jebol ini nanti," tegasnya. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita