Pin Emas Dinilai Tak Efisien, PAN: Bisa Ditiadakan Jika Dianggap Berlebihan

Pin Emas Dinilai Tak Efisien, PAN: Bisa Ditiadakan Jika Dianggap Berlebihan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Penggunaan pin emas anggota DPR dinilai pemborosan dan tak efisien. PAN mengatakan, jika dianggap berlebihan maka anggaran pin bisa disesuaikan dengan mengganti bahan yang lebih murah atau non-emas.

"Kalau ini persoalan anggaran, berarti anggarannya yang perlu disesuaikan sehingga dinilai patut. Bukan pinnya yang ditiadakan. Faktanya, anggota DPR banyak yang tidak memakai pin emas itu ketika bertugas. Banyak yang malah memakai pin non-emas, itu harganya murah," kata Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Sabtu (24/8/2019).

Menurut Saleh, jika sudah dipakai, akan sulit membedakan pin emas dan bukan emas karena terlihat sama. Ia pun mengaku memiliki 3-4 pin anggota Dewan yang bukan emas.

"Saya sendiri malah beli 3-4 (pin) yang bukan emas. Lebih enak membawanya kemana-mana. Taruh di tas aja, nanti pas dibutuhkan tinggal pakai," ungkap Saleh.

Karena itulah, Wakil Ketua Komisi IX DPR ini menyebut pin emas bisa ditiadakan jika dinilai berlebihan. Ia yakin anggota Dewan terpilih tidak akan mempermasalahkannya.

"Kalau memang dinilai berlebihan, pin emas yang dipersoalkan itu bisa saja ditiadakan. Tinggal bagaimana Sekretariat DPR mengatur anggaran yang ada agar dipergunakan secara efektif. Saya yakin, para anggota DPR terpilih tidak akan mempersoalkannya," ujarnya.

Seperti diketahui, pin emas untuk anggota DPR dipersoalkan. Pembuatan pin emas dianggap pemborosan anggaran dan tak efisien. 

DPR sendiri telah menganggarkan pengadaan pin emas untuk anggota DPR RI periode 2019-2024 sebesar Rp 5,5 miliar. Pin emas tersebut dipesan dari PT Antam (Persero) Tbk.

"Kalau bicara soal efisiensi, jelas pengadaan pin emas itu merupakan sebuah praktik yang tidak efisien. Dikatakan tidak efisien karena fungsi pin itu sendiri hanyalah sebagai atribut pengenal bahwa yang mencantolkan pin tersebut di bajunya adalah seorang anggota DPR/DPRD," kata peneliti Formappi Lucius Karus kepada wartawan, Sabtu (24/8). [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita