Pengamat: Buzzer yang Mempromosikan NKRI Tak Hadir dalam Kontranarasi ‘West Papua’

Pengamat: Buzzer yang Mempromosikan NKRI Tak Hadir dalam Kontranarasi ‘West Papua’

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Pengamat media sosial, Ismail Fahmi mengungkapkan, fakta menarik terkait dinamika topik pembicaraan di media sosial belakangan ini. Dia menuturkan, di saat warganet Indonesia sibuk dengan pro dan kontra soal Banser (Barisan Ansor Serbaguna), FPI (Front Pembela Islam), dan isu khilafah, kluster ketiga yang selama ini memperjuangkan pembebasan “West Papua” fokus membangun narasi di dunia internasional, tanpa ada perlawanan.

Dari 12 top narasi (twit) tentang “West Papua” pada periode 13-26 Agustus 2019, semua berasal dari narasi yang mendukung kepentingan luar. “Buzzer NKRI maupun akun yang mempromosikan kesatuan Indonesia, tidak hadir dalam diplomasi internasional dunia siber ini. Tak ada kontranarasi,” cuit Ismail pada akun Twitter-nya, Senin (26/8).

Dia menjelaskan, percakapan tentang “West Papua” atau Negara Papua Merdeka kebanyakan muncul dalam Bahasa Inggris. Akan tetapi, asal-usul user atau penggunanya ternyata tertinggi dari Jakarta, baru disusul Berlin (Jerman), London (Inggris), Sydney (Australia), Melbourne (Australia), dan New York (AS). Hanya sedikit pembicaraan tentang “West Papua” dari kalangan warga Jayapura.

“Sudah bisa diduga, banyak percakapan ‘West Papua’ dari negara lain seperti Germany, Australia, UK, US, NZ. Namun yang menarik, ternyata tertinggi dari Indonesia dan mereka semua dalam satu cluster yang sama,” kata Ismail.

Dia mengakui, internet di Papua saat ini memang sedang diblokir. Namun tren kampanye “West Papua” di dunia internasional tidak terpengaruh sama sekali, bahkan semakin tinggi.

Menurut dia, hashtags atau tagar merupakan cara mudah dan efektif dalam menyampaikan poin narasi di media sosial hari ini. Dan di antara hashtags yang banyak digunakan dalam narasi “West Papua” ada kampanye #freewestpapua, #letwestpapuavote, dan #westpapuagenocide. Semua tagar itu mengarah pada separatisme atau memberikan kesan negatif kepada Pemerintah RI.

“(Tagar) #PelukPapua, #WeLovePapua sangat kecil jumlahnya,” kata Ismail.

Dia juga mengunggah perbandingan tren narasi Papua, West Papua, dan kedua tagar pro dan kontra Banser. Tampak kedua cluster pro dan kontra Banser sama-sama jago bikin tagar. “Secara nasional mungkin berhasil mengalihkan perhatian akan tuntutan masyarakat Papua. Tapi tidak dalam diplomasi,” katanya menambahkan. [ns]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita