GELORA.CO - Kementerian Keuangan memutuskan untuk memberikan kenaikan hingga dua kali lipat tunjangan cuti tahunan bagi anggota dewan pengawas dan anggota direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Penambahan tunjangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2019 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS.
Dalam putusan yang ditandatangani Sri Mulyani 1 Agustus 2019 tersebut, nantinya tambahan tunjangan akan diberikan dalam bentuk tunjangan cuti tahunan bagi dewan pengawas dan anggota direksi. Ketentuannya, tunjangan tersebut paling banyak satu kali dalam satu tahun dan paling banyak dua kali gaji dan upah.
Jumlah tunjangan tersebut naik dua kali lipat dibandingkan dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2015 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif bagi Anggota Dewan pengawas dan Anggota Direksi BPJS.
Dalam aturan lama, tunjangan cuti tahunan hanya diberikan dengan ketentuan paling banyak satu kali dalam satu tahun dan paling banyak satu kali gaji atau upah.
Dikonfirmasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemberian manfaat tambahan dan insentif bagi anggota dewan pengawas dan direksi BPJS Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan administrasi.
Ia juga mengatakan, bonus tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan yang selalu defisit.
Menkeu Sri mengatakakn, terkait pengelolaan keuangan perusahaan yang tengah dirundung defisit, ia menekankan pemerintah akan terus mencari jalan untuk mengatasi hal tersebut.
Strategi agar tidak lagi defisit dilakukan mulai dari pembenahan manajemen BPJS Kesehatan, penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai, hingga yang teranyar kenaikan tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS) yang dikelola oleh perusahaan.
Untuk jurus terakhir, pemerintah tengah menggodok formulasi kenaikan tarif iuran untuk semua kelas. Namun, pemerintah memastikan persentase kenaikan tarif iuran tidak akan dipukul rata untuk semua kelas.
Sekadar informasi, catatan keuangan BPJS Kesehatan sejak pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional memang tidak pernah sehat. Mereka selalu defisit, sampai-sampai Presiden Joko Widodo sempat marah melihat kondisi defisit tersebut.
Pada 2014 lalu, keuangan mereka mengalami defisit Rp 3,3 triliun. Defisit tersebut terus membengkak. Pada 2015 defisit Rp 5,7 triliun, 2016 defisit Rp 9 triliun, dan 2017 keuangan mereka defisit Rp 9,75 triliun, lalu pada 2018 defisit mencapai Rp 9,1 triliun.
Untuk tahun 2019 dipastikan bakal defisit lagi, diprediksi membengkak jadi Rp 28 triliun. (Rmol)