Oleh: Arief Poyuono
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra.
SETIAP 17 Agustus pernyataan bahwa Indonesia sudah merdeka atau teks Proklamasi dibacakan kembali di tempatnya Istana Penjajah Jepang dan Belanda, dan bukan di tempat turunnya wahyu kemerdekaan untuk Bangsa Indonesia.
Kemerdekaan adalah berkat dari Tuhan Yang Maha Esa kepada suku-suku, ras-ras, agama-agama dan keyakinan yang merupakan kesatuan Bangsa Indonesia, dan Tuhan jugalah yang memilih serta menetapkan tempat dimana dibacakannya kalimat-kalimat yang menyatakan negara Indonesia sudah berdiri serta Bangsa Indonesia punya sebuah yang namanya Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat dari penjajahan Bangsa Jepang dan Belanda.
Juga, Tuhan juga lah yang sudah menentukan Bendera Pusaka Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati tidak dikerek dan dikibarkan di Istana para penjajah.
Sementara kalau kita sadar kenapa Tuhan tidak menghendaki teks Proklamasi tidak dibacakan, dan tidak dikibarkannya bendera Pusaka di Lapangan Ikada yang sudah direncanakan, dan kenapa juga teks Proklamasi tidak dibacakan di Istana bekas Gubernur Jendral Hindia Belanda dan Panglima militer Jepang, tetapi Tuhan menetapkan di tempat sebuah rumah di Pegangsaan Timur No. 56 tempat tinggal Bung Karno.
Maksudnya adalah bahwa Bangsa Indonesia tidak disatukan untuk membentuk negara Indonesia yang merdeka di lapangan ataupun Istana penjajah. Maksudnya adalah Bangsa Indonesia harus tinggal di satu rumah besar yang tidak ada sekat untuk saling bertemu saling bersatu dan saling menyayangi, sebab jika di Lapangan Ikada sangat cair atau cerai berai dan tidak mudah bersatu.
Sedang jika di Istana pejajah (sekarang Istana Merdeka) maka itu artinya masih tetap dijajah. Dan kemerdekaan hanya milik kalangan ningrat saja atau pejabat negara, serta Istana adalah simbol pemisahan antara penguasa dan rakyat.
Harusnya, rumah tempat wahyu kemerdekaan turun jadi sebuah tempat yang harus kita namakan Rumah Kemerdekaan Indonesia.
Lihat Amerika Serikat, negara Besar tidak memberikan nama tempat Presiden bekerja dan tinggal sebagai Istana, namun sebagai rumah yaitu White House.
Dan setiap 17 Agustus harusnya pembacaan teks Proklamasi serta pengibaran Bendera Merah putih harus dibacakan di Jalan Pegangasaan Timur No. 56 seperti awal pertama dibacakannya teks Proklamasi dan pengibaran bendera Merah putih.
Semoga catatan ini membuat kita sadar kenapa Indonesia yang katanya sudah merdeka namun masyarakatnya belum merdeka dari kemiskinan dan kebodohan.
Merdeka, Merdeka... Kata ini saya ucapkan seakan saya berucap di rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur No. 56, bukan di Istana penjajah yang lagi merayakan kemerdekaan Indonesia saat ini. (*)