GELORA.CO - Kuasa hukum mengungkap motif penolakan penangguhan penahanan yang dilakukan oleh Menko Polhukam Wiranto terhadap Kivlan Zen. Alasan yang dimaksud adalah karena adanya utang piutang terhadap Kivlan Zen.
Salah seorang pengacara Kivlan Zen, Tonin Tachta menjelaskan, utang piutang yang dimaksud adalah tentang biaya operasional dalam Pengamanan Swadaya Masyarakat (PAM Swakarsa) pada 1998 lalu.
Dimana pada November 1998, Kivlan Zen diperintahkan Wiranto untuk melakukan PAM Swakarsa. Padahal, Kivlan statusnya sudah sebagai Perwira Tinggi Tanpa Jabatan.
Tanggal 4 atau 6 November dipanggil Wiranto untuk pengamanan sidang istimewa MPR dalam bentuk membentuk PAM Swakarsa. Nah Pak Kivlan bilang 'gue mana mampu, gue gak punya jabatan'. Nah Wiranto bilang 'ya sudah entar kalau berhasil saya kasih jabatan' katanya," ungkap Tonin Tachta kepada Kantor Berita RMOL, Selasa (13/8).
Setelah itu, Wiranto memberikan dana sebesar Rp 400 juta untuk biaya operasional PAM Swakarsa sejak H-7 hingga H+7. Namun, dana tersebut hanya mampu dialokasikan sebanyak 30 ribu orang untuk biaya makan dan minum selama delapan hari.
"Nah untuk makan, untuk minum untuk 30 ribu orang selama delapan hari itu darimana uangnya. Pak Kivlan akhirnya pinjam nasi Padang di seluruh Jakarta. Ambil alat-alat telekomunikasi dengan utang. Sewa mobil untuk komando geser sana geser sini anggota. Nah itu dengan utang semua," paparnya.
Sehingga selesai PAM Swakarsa tersebut, Kivlan memiliki banyak utang akibat menalangi uang operasional pengamanan tersebut. Bahkan kata Tonin, Kivlan sampai menjual rumah dan mobil untuk menalangi dana operasional pengamanan itu.
"Selesai acara, uang sudah habis, utang dimana-mana. Ditagih-tagih dah utang itu oleh Pak Kivlan kepada yang ngasih perintah (Wiranto). Nah tidak ada respons sampai tahun 1999 baru bisa ketemu. Nah akibat itu Pak Kivlan dimana-mana harus jual rumah, jual mobil utang sana-sini. Sampai sekarang masih ada (utang) sekitar Rp 1,5 M atau Rp 2 M belum terbayarkan," terangnya.
Padahal, kata Tonin, uang senilai Rp 10 miliar untuk biaya pengamanan tersebut telah diberikan oleh Presiden BJ Habibie pada saat itu melalui Menteri Perdagangan pada masa itu.
Namun, uang itu ternyata tak diberikan oleh Wiranto kepada Kivlan Zen yang telah melakukan pengamanan Swakarsa 1998.
"Dia (BJ Habibie) bilang 'saya sudah bayar Rp 10 M sudah kasih Rp 10 M sudah keluarkan uangnya sudah dibayar ke Wiranto' kata pak Habibie. Jadi yang itu tidak pernah sampai kepada Pak Kivlan Zen untuk pembiayaan 30 ribu orang tersebut," ungkap Tonin.
Dengan demikian, Kivlan Zen terus-menerus menagih uang tersebut kepada Wiranto hingga 2019 ini. Pada April 2019, Kivlan Zen bertemu dengan Wiranto pada acara di pertemuan purnawarman TNI Angkatan Darat. Disana, Kivlan Zen juga menagih uang operasional pengamanan.
Dengan begitu, Kivlan melalui kuasa hukumnya menduga penangkapan terhadap Kivlan Zen terkait kasus dugaan makar merupakan hal yang sudah direncanakan oleh Wiranto. Hal itu diperkuat dengan penolakan Wiranto terhadap penangguhan penahanan Kivlan.
"Jadi kan momen, momennya dari dulu ditagih, enggak dibayar banyak alasan-alasan. Nah sekarang ternyata Pak Kivlan dipenjarakan oleh siapa? Itu kan sudah jelas, 'aku memaafkan katanya (Wiranto) tapi hukum harus jalan," ungkapnya.
Dilihat dari sejarah utang piutang tersebut, Kivlan melalui kuasa hukumnya juga menduga penangkapan ini bukan permasalahan rencana pembunuhan terhadap empat tokoh pemerintah, melainkan berkaitan dengan utang piutang. Bahkan, Wiranto dianggap takut untuk ditagih uang pengamanan Swakarsa 1998.
"Penangguhan enggak boleh ya sudah berarti kan sudah jelas. Bukan bunuh-membunuh ini ceritanya. Karena ditagih utang kan gitu. Ya sudah apalagi ini kan sudah selesai Pilpres sebentar lagi ganti menteri. Nah mumpung (Wiranto) lagi menteri digugat lah, mudah-mudahan enggak menteri lagi ya," pungkasnya.
Sebelumnya, Wiranto digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur senilai hampir Rp 1 triliun oleh Kivlan Zen karena diduga menggelapkan uang operasional PAM Swakarsa 1998. Sidang perdana gugatan ganti rugi materil dan non materil itu akan dilaksanakan pada Kamis besok (15/8).(rmol)