Kisah Gus Dur Ganti Nama Irian Jadi Papua, Ini Alasan di Baliknya

Kisah Gus Dur Ganti Nama Irian Jadi Papua, Ini Alasan di Baliknya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Peran Presiden ke-empat Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tak kuasa dilepaskan dalam memberikan spirit kemanusiaan di Tanah Papua agar terbebas dari diskriminasi, marjinalisasi dan krisis di segala bidang.

Seperti dilansir dari NU Online, Senin (19/8/2019), seorang santri Gus Dur asal Kudus, Nuruddin Hidayat mengatakan, pada 30 Desember 1999 atau 2 bulan 10 hari setelah dilantik menjadi presiden, Gus Dur berkunjung ke Papua (saat itu Irian Jaya).

Lawatan Gus Dur bukan tanpa alasan. Ada dua tujuan dalam kunjungan tersebut. Pertama: berdialog dengan berbagai elemen di Papua. Kedua: melihat matahari terbit pertama milenium ke-dua pada 1 Januari 2000.

Persamuhan dengan berbagai elemen digelar pada 30 Desember 1999 jam 20.00 waktu setempat.

Lokasinya di gedung pertemuan Gubernuran di Jayapura. Meski dengan cara perwakilan, banyak sekali yang datang karena penjagaan tidak ketat.

Gus Dur mempersilakan mereka berbicara terlebih dulu. Mereka angkat suara dari yang sangat keras dengan tuntutan merdeka dan tidak mempercayai lagi pemerintah Indonesia hingga yang memuji tapi dengan berbagai tuntutan.

Kemudian, Gus Dur merespons mereka. Banyak hal ditanggapi. Tapi yang penting ini, Gus Dur mengatakan: "Saya akan mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua, alasannya?”

Gus Dur lantas mengatakan, "pertama, nama Irian itu jelek." "Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang. Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau ini, menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian."

Lalu, Gus Dur melanjutkan, "kedua, dalam tradisi orang Jawa kalau memiliki anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. Biasanya sih namanya Slamet, tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua."

Masih mengutip dari NU Online, seorang antropolog bahasa Melanesia mencari asal-usul kata Irian yang diceritakan Gus Dur, tapi tidak pernah menemukannya (kalau tidak ketemu, tidak berarti tidak ada kan? Ini benar-benar cara Gus Dur memecahkan masalah rumit dan besar seperti masalah Papua dengan humor).

Sohibul riwayah, Ahmad Suaedy menduga mengapa Gus Dur menggunakan alasan bahasa Arab dan tradisi Jawa? Gus Dur mencoba 'menenangkan' hati orang-orang Islam dan orang-orang Jawa yang berpotensi melakukan protes.

Selain hormat dengan teladan, prinsip, dan keberanian Gus Dur, Manuel Kaisiepo (2017) memiliki cerita.

Menteri Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia era Presiden Megawati itu mengisahkan, ketika Kongres Rakyat Papua akan diselenggarakan, Gus Dur menyetujui kongres tersebut dilaksanakan.

Ketika kongres itu mau diadakan, semua orang protes. Itu separatis. Tetapi presiden (Gus Dur) menyetujui kongres itu diadakan.

Bahkan, Gus Dur juga akan membantu terselenggaranya acara kongres tersebut, yaitu dengan memberikan bantuan pendanaan. Ini langkah Gus Dur yang dianggapnya nyeleneh, lain daripada yang lain.

Saat Gus Dur menemui kelompok pro-kemerdekaan tersebut, banyak orang yang protes dan mengira bahwa Gus Dur menyetujui keberadaan mereka.

Gus Dur menegaskan bahwa semua yang ada di Papua adalah saudara-saudara dirinya, saudara sebangsa dan sesama manusia. Hal ini dilakukan Gus Dur tak lain untuk membangun kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah. [sc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita