GELORA.CO - Komite Keselamatan Jurnalis mendesak pengusutan tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi massa buruh di kawasan DPR/MPR pada Jumat (16/8).
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) juga mendorong agar Polri menjadikan Nota Kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dengan Polri sebagai Peraturan Kapolri (Perkap).
“Pasalnya, MoU tersebut dinilai belum efektif membendung kekerasan terhadap jurnalis, utamanya pelaku kekerasan yang berasal dari anggota Polri,” kata Juru Bicata Komite Keselamatan Jurnalis Sasmitro Nadrim, Sabtu (17/8).
Dalam catatan, selain enam jurnalis yang mengalami kekerasan fisik dan intimidasi saat meliput disekitar Gedung MPR/DPR. Insiden serupa terjadi saat meliput aksi 21-22 Mei lalu, sedikitnya tujuh pelaku kekerasan diduga anggota Polri dari 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis selama dua hari tersebut.
Dalam catatan AJI, selama Januari-Desember 2018, polisi juga menjadi pelaku terbanyak dengan 15 kasus dari total 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Padahal menurut Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 Pasal 4 ayat 1 menyebutkan, para pihak berkoordinasi terkait perlindungan kemerdekaan pers dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
KKJ menilai kepolisian tidak serius menangani pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang diduga berasal dari anggotanya. Hal itu terlihat dari belum adanya anggota polisi yang mendapat hukuman, meski telah melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
Pasal 8 UU Pers menyatakan dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Merujuk pada KUHP dan Pasal 18 UU Pers, pelaku kekerasan terancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
KKJ juga menyoroti lemahnya tanggung jawab perusahaan dalam penanganan kasus kekerasan yang menimpa jurnalisnya. Menurut Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan yang telah diterbitkan Dewan Pers pada 2012, tanggung jawab utama penanganan kasus berada di tangan perusahaan pers. (Rmol)