GELORA.CO - Berlarutnya kasus tumpahan minyak milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di Pantai Utara Jawa mengundang keprihatinan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
Kepala bidang Lingkungan Hidup PB HMI Gadri Attamimi mendesak Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) bertindak tegas mengatasi persoalan tersebut.
"Kejadian ini sudah sebulan dan Pertamina sendiri belum bisa memastikan penyebabnya," kata Gadri Attamimi dalam rilis kepada Kantor Berita RMOL, sesaat lalu, Selasa (13/8).
Gadri sangat menyayangkan apa yang disampaikan oleh Pertamina dalam hal ini VP Corporate Communication Pertamina Fajriya Usman terkait masalah ini. Ia juga mempertanyakan model recovery seperti apa yang ditawarkan Pertamina, khususnya terkait permasalahan kualitas air laut di pesisir Karawang dan Bekasi yang tercemar tumpahan tersebut.
"Tumpahan ini menurunkan proses laju fotosintesis fitoplankton sehingga produktivitas primernya menurun. Padahal fitoplankton ini merupakan permulaan rantai makanan, mata rantai dalam seluruh rantai makanan perairan akan terpengaruh oleh penurunan produktivitas tersebut," kata Gadri.
Menurut Gadri, akibat dari dampak tumpahan minyak ini sudah terlihat. Yakni, bisa dilihat berdasarkan pantauan langsung di lapangan maupun hasil laporan beberapa lembaga terkait yang langsung melaporkannya kepada media resminya.
"Lihat saja hasil laporan survei yang dilakukan oleh BRSDM KKP (Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan) bersama Politeknik Karawang tumpahan minyak sudah sampai ke arah barat Kepulauan Seribu yaitu Pulau Lancang," kata dia.
Akibat lainnya, kata Gadri, yaitu produksi ikan nelayan menurun. Penurunan ini juga disebabkan gangguan fisiologik ikan tumpahan minyak itu.
"Ikan banyak yang mati, pertama ada 500 hektare tambak yang mengalami kematian ikan. Kedua Ada 7.782 nelayan dan pengepul ikan yang tidak bisa beraktifitas akibat tumpahan minyak," ungkap dia.
Gadri mewanti-wanti, dampak ini sudah nyata dirasakan warga terutama nelayan petambak. Dari hasil wawancara beberapa warga penurunan pendapatan mereka turun signifikan. Dia memastikan penurunan pendapatan nelayan akibat dampak tumpahan minyak akan terjadi 6 bulan kedepan. Sebab untuk melakukan pemulihan biota tersebut butuh waktu yang cukup lama.
Selain itu, ekosistem mangrove yang salah satu fungsinya sebagai tempat pemijahan ikan juga terancam mati. Sedikitnya terdapat 300.000 pohon mangrove di Muaragembong terancam mati. Pohonnya terkelupas, melepuh, daunnya mengering dan layu. Lokasi terdampak juga ada di Pantai Muara Bungin dan Pantai Beting.
"Ekosistem Terumbu Karang juga akan mati secara perlahan diakibatkan terhambatnya laju proses fotosintesis di laut," ujar Gadri.
Untuk itu, PB HMI mendesak, Komisi VII DPR dan kementerian terkait segera memanggil Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati agar mempertanggung jawabkan kasus yang memberikan dampak buruk bagi lingkungan hidup ini.
Gadri meminta Dirut Pertamina jangan melempar tanggungjawab ke bawahannya untuk mengklarifikasi kasus ini. HMI menilai penyelesaian kasus ini terkesan lambat. Padahal kejadian ini adalah bencana ekosistem pesisir, krisis ekologi Pantai Utara Jawa
Dalam minggu ini PB HMI akan melakukan aksi turun ke jalan, menyampaikan tuntutan kami. Salah satu dari tuntutan kami adalah memecat Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati," pungkas Gadri. (Rmol)