GELORA.CO - Intimidasi terhadap wartawan yang tengah menjalankan tugas kembali terjadi. Kali ini menimpa sejumlah awak wartawan dari media online dan televisi yang tengah meliput aksi elemen buruh di sekitar Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (16/8).
Intimidasi terhadap wartawan VivaNews.com, Antara.com, Jawa Pos, Bisnis Indonesia, SCTV dan iNews bermula saat mereka mengambil video sejumlah pengunjuk rasa dari elemen buruh yang diamankan personel kepolisian, di depan kantor TVRI.
Kontributor SCTV/Indosiar Abdul Haris saat tengah mengambil visual dengan menggunakan HP sempat didorong dari belakang oleh oknum anggota polisi sehingga handphonenya terpental. Sedangkan reporter iNews Armalina sempat mendapat intimidasi dan diminta untuk menghapus visual yang direkam.
Begitu juga dengan jurnalis VIVAnews, Syaefullah, Saat mengambil video, tiba-tiba seorang anggota meminta video atau foto untuk dihapus. Jika tidak menuruti maka diancam akan dibawa ke mobil. Padahal, mereka sudah menunjukan identitas persnya.
Atas persitiwa tersebut, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam keras tindakan oknum personel kepolisian. Pasalnya, jelas tugas jurnalis dilindungi oleh Undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 UU 40/1999 tentang Pers.
"Pada pasal itu disebutkan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum," kata Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana, Sabtu (17/8).
Kerja-kerja jurnalistik itu meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik. Oleh karea itu pelaku tindak kekerasan bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta
Yadi Hendriana menjelaskan, tindakan oknum personel polisi yang mengintimidasi serta penghapusan video dan foto yang diambil oleh awak media masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum.
"IJTI meminta agar para oknum personel polisi segera ditindak sesuai ketentuan yang berlaku," tegasnya.
Menanggapi tindak kekerasan tersebut, IJTI menyampaikan tujuh sikap: IJTI mengecam keras intimidasi terhadap para jurnalis yang dilakukan oleh oknum personel polisi; kekerasan terhadap jurnalis yang tengah bertugas adalah ancaman nyata bagi kebebasan pers dan demokrasi yang tengah tumbuh di tanah air.
Mendesak aparat kepolisian menindak para oknum personel polisi yang melakukan intimidasi kepada para jurnalis saat meliput elemen buruh yang akan berunjuk rasa di depan gedung DPR RI. Mengingat kerja jurnalis dilindungi dan dijamin oleh Undang-undang; aparat polisi sudah sewajibnya menjaga dan memberikan rasa aman terhadap para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya.
Meminta kepada Kapolri agar memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada seluruh anggota polri hingga level paling bawah agar memahami tugas-tugas jurnalis yang dilindungi oleh undang-undang; meminta semua pihak agar tidak melakukan intimidasi serta kekerasan terhadap jurnalis yang tengah bertugas; dan mengingatkan kepada seluruh jurnalis di Indonesia agar selalu berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dalam menjalankan tugasnya. Fungsi pers adalah menyuarakan kebenaran serta berpihak pada kepentingan orang banyak.
Sebagai bagian dari Komite Keselamatan Jurnalis, IJTI juga mengimbau para jurnalis yang mengalami intimidasi dan kekerasan untuk melaporkan ke hotline Komite Keselamatan Jurnalis: 0812-4882-231. [rmol]