‘Ejakulasi Dini’ dalam “Proxy War”

‘Ejakulasi Dini’ dalam “Proxy War”

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Penulis: Elma Yanthi

Perang proxy itu sudah dimulai dari kasus Enzo sejak MK memberikan kemenangan kepada Jokowi. Setelah itu muncul pernyataan Mahfud MD tentang banyaknya orang Arab masuk Indonesia yang terpapar radikal. Mereka yang menghembuskan isu ini sangat jelas mengiring opini untuk mencoba melihat apakah umat Islam Indonesia masih memiliki reaksi keras ketika agamanya dijadikan propaganda politik. Rezim ini tak henti2nya menyerang Islam dan ulamanya, untuk kepentingan kekuasaan. Ketika ada yang ditutupi termasuk untuk mengambil kebijakan baru, maka dilemparlah isu ketengah masyarakat. Cara yang paling ampuh untuk membuat rakyat Indonesia riuh adalah dengan menyerang agamanya, karena kita semua tahu bahwa Islam menjadi mayoritas agama yang dianut.

Media sosial menjadi alat yang paling efektif untuk pengalihan isu ini. Pelaporan yang diviralkan ke media sosial oleh sekelompok orang di NTT pada akhirnya ketahuan juga bahwa yang mereka inginkan adalah untuk membersihkan nama Ahok dan mengadili hakim hakim yg pernah menyebabkan Ahok dipenjara. Jadi sudah jelas kemana arahnya isu ini digulirkan.

NTT sejak dipimpin oleh Victor Laiskodat berubah menjadi propinsi yang intoleran. Kebijakannya melegalkan miras dengan membawa institusi pendidikan adalah bentuk perlawanan dia kepada tatanan yang telah dipelihara selama ini. Sebagai negara mayoritas muslim, dia tidak peduli bahkan terkesan sangat mengerti bagaimana membalas serangan umat Islam kepada dirinya setelah pidatatonya yang kontoversial. Begitu juga pada saat pilpres beberapa waktu lalu, ketika saya mendapat informasi dari teman teman NTT yang menjadi relawan Prabowo Sandi, ada perintah dari gubernur mereka untuk tidak memilih partai Islam.

Kedatangan Ahok ke NTT, propinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur yang anti Islam, ibarat gayung bersambut dengan keinginan mereka yang masih menaruh harapan agar Ahok masuk kembali ke dunia politik. NTT menjadi tempat yang paling tepat untuk memulai membersihkan namanya. Lalu Brigade MEO digunakan sebagai alat untuk menyuarakan keinginan mereka dengan menjadikan Ustad Abdul Somad sebagai objeknya. Ketua Umum Brigade Meo NTT adalah Pendeta Ady Ndiy. Brigade Meo ini juga pernah minta ef pe ei dibubarkan dan minta Imam besar ditangkap.

Disamping masalah tersebut, serangan yang selalu diberikan kepada umat Islam seperti membawa kita kembali ke zaman sebelum meletusnya peristiwa PKI. Kepentingan untuk menghancurkan umat Islam bukan semata masalah di atas. Selama 5 tahun rezim berkuasa, negara disusupi oleh aliran kiri dan sesat. Hujatan dan propaganda tidak henti henti kita rasakan selama 5 tahun ini. Sepertinya penguasa tetap mempertahankan cara ini untuk membungkam umat Islam. Hujatan dan persekusi kepada ulama, dan berusaha menfitnah dan menjadikan ulama besar untuk diarahkan kepada kasus hukum sudah berkali kali terjadi, termasuk kepada Ustad Abdul Somad. Musuh umat Islam yang paling gencar melakukan ini adalah kelompok atheis dan liberal.

Jadi saat ini ada beberapa kepentingan yang sedang kita hadapi sebagai umat Islam, yaitu kelompok yang masih ingin Ahok berkuasa, atheis dan liberal, serta kepentingan penguasa untuk menggulirkan program mereka yang tidak popoler yaitu program program yang menyangkut kedaulatan bangsa, hutang negara, investasi. Dan juga untuk kepentingan politik 2024 dengan menyerang Anies Baswedan yang keturunan Arab.

Sebagai umat Islam teruslah nyinyir dan selalu kawal penguasa agar mereka tidak semaunya menyalutkan syahwat mereka yang sudah tidak terkendali saat ini. Tetap cerdas melihat setiap masalah agar kita tidak digiring kepada perang saudara. Kasus Enzo dan tuduhan Mahfud MD terhadap adanya golongan Arab terpapar radikal ibarat ejakulasi dini. Kasusnya terhenti ditengah jalan. Akan ada saatnya rezim ini akan jatuh jika mereka terus menerus menyerang Islam. Semoga saja dengan serangan bertubi tubi ini semakin menguatkan persatuan antar umat Islam. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita