DPR Harus Ajak Masyarakat Kaji Ulang RUU Keamanan Dan Ketahanan Siber

DPR Harus Ajak Masyarakat Kaji Ulang RUU Keamanan Dan Ketahanan Siber

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI disarankan untuk mengkaji kembali Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber). Termasuk mengikutsertakan peran masyarakat dalam memberi masukan dan pandangan.

Pakar hukum tata negara Universitas Udayana Jimmy Zeravianus Usfunan menyebut RUU itu belum bisa disahkan jika masih terdapat pasal-pasal yang menimbulkan polemik di masyarakat dan berpotensi terjadi tumpang tindih denan aturan lain.

“RUU yang masih menimbulkan polemik perlu dikaji secara mendalam agar sinkron dengan kebijakan lain. Jangan terkesan membuat satu RUU dengan hanya dikejar-kejar waktu, tapi substansinya tidak sesuai kebutuhan,” ujar Jimmy, Minggu (18/8).


Jimmy menilai sebuah RUU seharusnya tidak boleh lepas dari peranserta masyarakat. Ia meminta DPR tidak boleh memutuskan secara sepihak dalam mengesahkan RUU yang diinisiasinya.

Dalam pelibatan masyarakat itu, kata Jimmy, DPR tidak boleh sekadar melakukan formalitas dalam merumuskan UU.

“Kalau seandainya masyarakat, lalu kemudian akademisi melihat masih banyak hal-hal yang belum pas di dalam satu RUU ini, mau tidak mau harus diikuti,” jelasnya.

Jimmy juga mengingatkan DPR untuk melaksanakan pesan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Jumat (16/8).

Dalam pidatonya, Jokowi berharap DPR  dan pemerintah bekerjasama mereformasi Undang-Undang (UU) yang menghambat atau mempersulit masyarakat.  Jokowi tidak ingin ada UU yang tumpang tindih sehingga menghambat kemajuan Indonesia.

Sambung Jimmy, apabila RUU Kamtansiber tetap dipaksakan untuk disahkan, akan terjadi keributan antarlembaga negara atau aparat penegak hukum, karena tumpang tindih aturan itu.

"Di satu sisi ingin efektifitas pemerintahan, tapi di sisi lain ketidaksinkronan aturan membuat tidak efektif,” ungkapnya.

Saran Jimmy, untuk mengatasi tumpang tindih itu, perlu dibentuk pusat legislasi nasional. Ia menilai langkah itu itu bisa meniadakan tafsiran parsial terhadap UU atau kebijakan yang selama ini tumpang tindih.

“Kalau tidak sinkron, UU yang nanti disahkan tidak bisa dijalankan,” tukasnya.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita