BMKG Ungkap Catatan Sejarah dan Potensi Gempa-Tsunami di Kaltim

BMKG Ungkap Catatan Sejarah dan Potensi Gempa-Tsunami di Kaltim

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kalimantan Timur (Kaltim) sempat disebut jadi lokasi ibu kota baru. BMKG mengungkap, berdasarkan catatan sejarah, Kaltim bukan merupakan wilayah yang sepenuhnya aman dari potensi gempa bumi dan tsunami.

Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan secara geologi dan tektonik, di wilayah Kaltim terdapat 3 struktur sesar sumber gempa yaitu Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster. BMKG mengatakan Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat masih aktif.

"Hasil monitoring kegempaan oleh BMKG terhadap Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur menunjukkan masih sangat aktif. Tampak dalam peta seismisitas pada 2 zona sesar ini aktivitas kegempaanya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur," kata Daryono lewat keterangan tertulis berjudul 'POTENSI GEMPA DAN TSUNAMI DI KALIMANTAN TIMUR', Jumat (23/8/2019).

Daryono mengatakan, gempa bumi yang memicu timbulnya tsunami pernah terjadi di Kaltim pada 1921. Saat itu dampak gempa dan tsunami cukup menimbulkan kerusakan di Sangkulirang, Kaltim.

"Gempa dan Tsunami Sangkulirang pada 14 Mei 1921. Dampak gempa Sangkulirang dilaporkan menimbulkan kerusakan memiliki skala intensitas VII-VIII MMI, yang artinya banyak bangunan mengalami kerusakan sedang hingga berat. Gempa kuat ini diikuti tsunami yang mengakibatkan kerusakan di sepanjang pantai dan muara sungai di Sangkulirang, Kaltim," ujar Daryono.

Berikut catatan gempa di Kaltim berkaitan dengan Sesar Maratua dan Sesar Sangkulirang:
1. Gempa dan Tsunami Sangkulirang pada 14 Mei 1921. Gempa memiliki skala intensitas VII-VIII MMI dan diikuti tsunami. 
2. Gempa Tanjung Mangkalihat berkekuatan M=5,7 pada16 November 1964
3. Gempa Kutai Timur berkekuatan M=5,1 pada 4 Juni 1982
4. Gempa Muarabulan, Kutai Timur, berkekuatan M=5,1 pada 31 Juli 1983
5. Gempa Mangkalihat berkekuatan M=5,4 pada 16 Juni 2000
6. Gempa Tanjungredep berkekuatan M=5,4 pada 31 Januari 2006
7. Gempa Muaralasan, Berau, berkekuatan M=5,3 pada 24 Februari 2007

Berdasarkan kajian Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) pada 2017, Sesar Mangkalihat memiliki potensi gempa mencapai magnitudo 7,0. Berdasarkan skenario tingkat guncangan, gempa dari Sesar Mangkalihat bisa menimbulkan gempa hingga skala intensitas VI-VII MMI yang guncangannya dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang-berat di Semenanjung Mangkalihat.

Sementara itu, Sesar Paternoster yang jalurnya berarah barat-timur melintasi wilayah Kabupaten Paser, meskipun termasuk kategori sesar berusia tersier tetapi hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa di jalur sesar ini masih sering terjadi gempa. Catatan gempa di Kabupaten Paser cukup banyak. Salah satu gempa yang paling kuat adalah Gempa Paser berkekuatan M=6,1 pada 26 Oktober 1957, sementara peristiwa gempa tektonik yang terbaru adalah Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019 berkekuatan M=4,1 yang guncangannya sempat menimbulkan kepanikan masyarakat. 

Berdasarkan catatan sejarah, pantai Kaltim bukan kawasan aman tsunami. Pernah terjadi tsunami destruktif di Sangkulirang pada 14 Mei 1921.

"Keberadaan Pantai Timur Kaltim yang berhadapan dengan 'North Sulawesi Megathrust' tentu juga patut diwaspadai. Hasil pemodelan skenario tsunami akibat gempa bumi berkekuatan M=8,5 yang berpusat di zona megathrust Sulawesi Utara menggunakan TOAST (Tsunami Observation and Simulation Terminal) di BMKG menunjukkan bahwa di Pantai Kalimantan Timur berpotensi terjadi tsunami dengan status ancaman 'awas' dengan tinggi tsunami di atas 3 meter," tuturnya. 

BMKG menyatakan semua potensi gempa dan tsunami harus direspons dengan upaya mitigasi. Sehingga dampak bencana di daerah rawan dapat ditekan sekecil mungkin.

"Seluruh gempa yang bersumber di wilayah Kalimantan Timur dipicu oleh aktivitas sesar aktif, sehingga meskipun magnitudonya tidak sebesar yang bersumber di zona megathrust maka tetap dapat berdampak merusak bangunan jika tidak diantisipasi dengan sebaik-baiknya," ucap Daryono. 

Dia mengatakan potensi gempa harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Bangunan tahan gempa bumi wajib diberlakukan. Alternatif lain bagi mereka yang belum memungkinkan membangun bangunan tahan gempa maka dapat membangunnya dari bahan ringan seperti kayu atau bambu yang didisain menarik.

Mitigasi tsunami juga dapat dilakukan dengan melakukan penataan ruang pantai yang aman tsunami, termasuk dalam hal ini perlunya membuat hutan pantai (coastal forest), selanjutnya memastikan masyarakat pantai memahami konsep evakuasi mandiri, dengan menjadikan gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami. Selain itu masyarakat harus memahami bagaimana cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami. 

"Jika wilayah tempat kita tinggal termasuk daerah rawan, maka yang penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder, dan masyarakatnya, serta infrastrukturnya untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi. Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi tersebut maka kita dapat menekan hingga sekecil mungkin risiko bencana yang mungkin terjadi, sehingga meski kita tinggal di daerah rawan gempa dan tsunami kita akan dapat hidup aman dan nyaman," ungkap dia. [dt]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita