GELORA.CO - Kuasa hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan Maruf Amin yakin Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi kedua yang diajukan paslon Prabowo Subianto dan Sandiaga S. Uno. Prabowo-Sandi embali mempermasalahkan pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif (TSM) dalam penyelenggaraan Pilpres 2019.
Prabowo-Sandi mengajukan kasasi sekali lagi ke MA dan telah diregister dengan Perkara Nomor 2P/PAP/2019 tanggal 3 Juli 2019. Perkara ini kini sedang diperiksa MA yang tengah dalam proses menunggu tanggapan KPU dan Bawaslu selaku Termohon.
Ketua tim kuasa hukum paslon Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pengajuan perkara kasasi kedua kalinya ini dilakukan seminggu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Prabowo dan Sandiaga tentang kecurangan dan pelanggaran TSM dalam pilpres. Prabowo-Sandi memberi kuasa kepada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Nicholay Aprilindo Associates untuk menangani perkara ini.
Perkara tersebut sebelumnya telah diajukan ke Bawaslu oleh Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Djoko Santoso, tetapi lembaga pengawas Pemilu itu menyatakan perkara pelanggaran administrasi TSM yang diajukan oleh BPN Prabowo-Sandi itu "tidak dapat diterima" (N.O. atau niet ontvanklijk verklaard). Artinya, materi perkaranya tidak diperiksa sama sekali oleh Bawaslu karena tidak memenuhi syarat-syarat formil yakni pemohon tidak menyertakan alat-alat bukti untuk mendukung permohonannya. BPN kemudian mengajukan kasasi ke MA atas putusan N.O Bawaslu tersebut.
MA dalam putusan kasasinya menguatkan putusan Bawaslu. MA kembali menyatakan perkara tersebut "tidak dapat diterima" atau N.O. Namun MA menambahan alasan penolakannya karena pemohon perkara yakni BPN yang ditandatangani oleh Djoko Santoso tidak mempunyai "legal standing" (alasan hukum) untuk mengajukan perkara. BPN menurut MA, bukan pihak yang berkepentingan dengan pelanggaran administrasi TSM yang disangkakan.
Pihak yang mempunyai "legal standing" atau yang berkepentingan menurut MA adalah Prabowo-Sandi. Seharusnya merekalah yang mengajukan perkara adalah paslon, bukan BPN.
Atas putusan kasasi MA tersebut, pengacara BPN kemudian mengganti pemohon perkara. Kali ini permohonannya dilakukan langsung oleh Prabowo-Sandi sebagai pihak yang mempunyai "legal standing". Seperti telah dikatakan, perkara itu kini sedang dalam proses meminta tanggapan kepada KPU. Sementara Jokowi-Maruf, meskipun berkepentingan, sampai saat ini tidak dimintai tanggapan oleh MA.
"Oleh sebab itu, kami bersikap pasif, namun aktif memantau perkembangan perkara ini," ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Selasa (9/7).
Yusril menilai, para Kuasa hukum Prabowo-Sandi telah salah melangkah dalam menangani perkara ini. Ketika MA menyatakan N.O karena pemohonnya tidak punya "legal standing", maka permohonan ulang atas perkara ini seharusnya diajukan kembali ke Bawaslu sebagai "pengadilan" tingkat pertama. Jika perkara ditolak Bawaslu, barulah mereka ajukan kasasi ke MA.
Lagi pula, menurut Yusril, Prabowo-Sandi bukanlah pihak yang memohon perkara ke Bawaslu dan sebelumnya mengajukan kasasi ke MA. Pemohon perkara sebelumnya adalah Ketua BPN Djoko Santoso.
"Sangat aneh kalau tiba-tiba, pemohonnya diganti dengan Prabowo dan Sandiaga tetapi langsung mengajukan kasasi, sementara keduanya sebelumnya tidak pernah berperkara," tegas Yusril.
Yusril menilai ada kesalahan berpikir dalam menerapkan hukum acara yang dilakukan oleh kuasa hukum Prabowo-Sandi. Dengan demikian, dia berkeyakinan MA akan menyatakan N.O sekali lagi, atau menolak permohonan ini seluruhnya.
Selain menyoroti prosedur kasasi seperti itu, Yusril juga mengemukakan pandangan bahwa mengajukan kembali kasasi atas dugaan pelanggaran TSM ke MA sebenarnya sudah tidak relevan. Perkara ini akan menjadi semacam "ne bis in idem" atau nengadili kasus yang sama dengan termohon yang sama dua kali.
Sebab, MK juga telah memeriksa permohonan yang intinya sama, yakni dugaaan kecurangan dan pelanggaran TSM dalam penyelenggaraan pilpres. Sebagaimana diketahui, MK telah menolak permohonan Prabowo-Sandi untuk seluruhnya, karena tidak ada satupun dalil yang mereka bawa ke MK yang dapat mereka buktikan.
"Putusan MK adalah final dan mengikat. Dengan diputuskannya perkara oleh MK, maka Bawaslu dan MA harus dianggap sudah tidak berwenang lagi menangani perkara yang sama. Seharusnya semua pihak menghormati putusan MK dan tidak melakukan upaya hukum lain lagi, termasuk melakukan kasasi ke MA," tutup Yusril. [md]