GELORA.CO - Di Twitter sedang viral isu data e-KTP dan kartu keluarga (KK) milik warga diperjualbelikan bebas. Informasinya data yang tersebar hingga jutaan. Warga khawatir data ini digunakan untuk kasus penipuan.
Informasi ini pertama kali dicuitkan oleh Hendra Hendrawan (23) pemilik akun Twitter @hendralm seperti dilihat detikcom, Sabtu (27/7/2019). Dia mengaku kaget soal adanya kasus ini.
"Ternyata ada ya yang memperjual belikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampe jutaan data. Gila gila gila," cuit Hendra. Per pukul 12.23 WIB cuitannya itu telah diretweet lebih dari 21 ribu kali oleh netizen.
Di sejumlah cuitannya Hendra menyertakan screenshoot atau tangkapan layar adanya transaksi jual beli data NIK e-KTP dan juga KK. Dia mengatakan data ini dipakai untuk penipuan.
Ternyata ada ya yang memperjual belikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampe jutaan data. Gila gila gila. pic.twitter.com/NgWEH6pk4k— Samuel Christian H (@hendralm) July 25, 2019
Hendra menceritakan, awalnya ada rekannya ditipu anggota yang bergabung dalam sebuah grup Facebook. Dia pun iseng-iseng bergabung ke grup tersebut.
"Ternyata di sana banyak transaksi jual beli KTP dan KK, juga foto selfie sama KTP," kata Hendra saat dihubungi lewat telepon, Sabtu (27/7/2019).
Hendra lantas penasaran untuk apa ada orang mencari data NIK e-KTP, KK hingga foto orang selfie dengan KTP. Menurutnya ternyata itu dipergunakan untuk sejumlah hal, termasuk kejahatan.
"Mereka pergunakan itu buat registrasi nomor HP, daftar paylater, juga kredit online," jelasnya. Hendra mengaku tidak tahu pasti berapa data tersebut dijual. Namun menurutnya ada oknum yang menjual data NIK e-KTP dan KK Rp 5.000 per nama.
Hendra mengaku resah akan adanya kasus ini. Menurutnya sejak dirinya mencuitkan persoalan ini di Twitter, dirinya telah dikeluarkan atau diblok dari grup di Facebook tersebut.
Wah rame nih. Persetan dengan ajak mutualan. Saya ajak kalian sama sama lapor ke @DivHumas_Polri @CCICPolri @kemendagri @kemkominfoJangan sampai kasus ini tenggelem dan ilang dengan sendirinya.Ayo dong masa masalah Kimi Hime rame giliran yang kaya gini ga digubris sih!
— Samuel Christian H (@hendralm) July 26, 2019
"Harapan saya pemerintah menindaklanjuti kasus ini. Jangan sampai ada korban-korban karena bisa saja menimpa keluarga kita sendiri," ujar Hendra.
"Saya bikin thread ini juga supaya orang orang lebih berhati hati dalam memberi informasi data data pribadinya sama orang lain," sambung Hendra yang berstatus mahasiswa.
detikcom kemudian menghubungi Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Prof Dr Zudan Arif Fakhrullah. Dia mengatakan di dunia maya sudah banyak tersebar data ini.
"Memang NIK, data KTP, KK penduduk itu tersebar di dunia maya. Coba googling ketik KK dan KTP el," katanya lewat WhatsApp. Ketika ditanya lebih jauh soal kasus ini dan adanya informasi NIK e-KTP dan KK yang diperjualbelikan ini dipergunakan untuk kejahatan, Zudan mengaku belum mengetahui.
"Saya belum dapat infonya," ujarnya.
Sebelumnya Zudan sudah bicara hal terkait. Dia menyebut, pemanfaatan data kependudukan untuk pelayanan kepada publik merupakan perintah undang-undang yakni Pasal 58 ayat (4) dan Pasal 79 Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 61 Tahun 2015. Pemanfaatan data kependudukan untuk lembaga pemerintah dan badan hukum Indonesia adalah pelaksanaan dari UU Adminduk.
Ia menambahkan, pelaksanaan dan pemanfaatan data kependudukan dimaksudkan untuk menghindari dari penipuan yang dapat merugikan masyarakat.
"Kalau kita melihat fakta di lapangan, saat ini data KTP-el dan nomor HP kita itu sudah kita sebarluaskan sendiri saat buka rekening bank, saat buka asuransi, saat masuk hotel, saat jadi member golf, member fitnes, saat buka kartu kredit dan lain-lain. Kita juga nggak tahu, apakah lembaga-lembaga itu menggunakan data kita untuk perusahaannya sendiri atau juga dishare (dibagikan) ke anak perusahaan, karena yang disimpan mereka itu data statis, maka banyak penipuan dan banyak data yang sudah tidak akurat karena tidak diupdate (diperbaharui)," ungkapnya.
Dukcapil menurut Zudan memang memberikan hak akses verifikasi data kependudukan ke lembaga pemerintah dan swasta untuk membantu verifikasi data dan mendorong layanan menuju digital.
"Daripada perusahaan harus minta KTP-el dan KK calon nasabah, lebih baik akses data. Semua jadi mudah dan akurat. Dan ini sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk (Administrasi Kependudukan) dan secara detail juga sudah juga diatur dalam Permendagri 61 Tahun 2015," kata Zudan.
Pemberian hak akses ini menurutnya mampu mencegah fraud atau penipuan kejahatan pemalsuan dan dokumen. Selain itu juga meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pemberian hak akses ini diapresiasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dengan memberikan penghargaan Inovasi Top 99 dari 3.156 peserta kompetisi dalam hal pemanfaatan data kependudukan.
Tak hanya itu, lanjut Zudan, setiap lembaga yang memberikan layanan publik dapat diberikan akses data untuk menggunakan data Dukcapil Kemendagri sesuai Pasal 58 ayat 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk. Kerja sama pemanfaatan data ini sudah dimulai tahun 2013. Saat ini sudah 1.227 lembaga yang bekerja sama dengan Dukcapil Kemendagri termasuk di dalamnya FIF dan Astra Multi Finance.
"Dalam UU Adminduk sudah diatur tentang perlindungan rahasia pribadi ini. Bagi yang melanggar ada sanksi pidana dan denda," terang Zudan.
Ditambahkan Zudan, sesuai hak dan kewajiban dalam perjanjian kerja sama Dukcapil dengan lembaga pengguna, bila lembaga pengguna menyalahgunakan hak akses akan diputus kerja samanya. [dtk]