GELORA.CO - Laporan keuangan PT Garuda Indonesia 2018 menunjukkan, maskapai BUMN ini mengalami kerugian sebesar US$175,028 juta atau sekitar Rp2,4 triliun.
Tidak hanya itu, pelaporan tersebut pun berdampak terhadap saham GIAA yang pada Jumat kemarin turun 6 poin atau 1,52 persen ke level Rp390 per saham pada penutupan perdagangan sesi I. Dengan adanya hal tersebut mencuat isu perusahaan BUMN ini tengah mengalami kebangkrutan.
"Ada isu soal kita sedang bangkrut terkait dengan kerugian yang kita alami. Di sini, kita pastikan, Garuda Indonesia tidak sedang mengalami kebangkrutan. Bisnis yang ada di maskapai ini masih berjalan lancar dan pergerakannya cukup baik," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko, Fuad Rizal di kawasan Garuda City Center Tangerang, Banten, Jumat, 26 Juli 2019.
Para investor pun masih mempercayai pergerakan bisnis Garuda Indonesia lantaran pihaknya memiliki model bisnis baru sehingga seluruhnya tetap solid baik itu perbankan atau pun pihak perusahaan.
"Bisnis kita masih baik, kita masih dapat melakukan kewajiban dengan baik yakni melakukan pembayaran ke kreditur tepat waktu," ujarnya.
Perusahaan pun meyakini, pihaknya dapat menaikkan kembali nilai saham. Hal itu terlihat dari kemampuan model bisnis Garuda Indonesia yang mana pada laporan keuangan kuartal pertama mengalami keuntungan US$20 juta.
"Kita optimis bisa kembali menaikkan poinnya di kuartal kedua ini dengan beberapa efesiensi yang kita lakukan," kata dia.
Seperti diketahui, beberapa efesiensi yang dilakukan Garuda Indonesia salah satunya dengan cara menutup sejumlah rute sepi di penerbangan baik domestik atau pun internasional. Kemudian Garuda juga mengurangi frekuensi penerbangan pada rute sepi namun menambahkan frekuensi penerbangan pada tujuan yang mengalami permintaan cukup tinggi. [vv]