Menurut Pangi Syarwi Ini Tanda-tanda Partai Gerindra Menuju Kehancuran

Menurut Pangi Syarwi Ini Tanda-tanda Partai Gerindra Menuju Kehancuran

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Gugatan sejumlah calon legislatif Gerindra terhadap dewan pengurus pusat (DPP) dan dewan pembina (DP) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuktikan partai berlambang Garuda itu ke arah kehancuran.

Pasalnya, gugatan perdata yang menggugat dua badan kepartaian itu untuk melantik para penggugat dinilai merusak Gerindra dan demokrasi.

Diketahui, para penggugat adalah Seppalga, Nuraina, Pontjo Prayogo, Mulan Jameela, Adnaqi Taufiq, Adam Muhamad, Prasetyo Hadi, Siti Jamaliah dan Sugiono. Ada juga Katherine A, R Saraswati A Djojohadikusumo, Li Claudia Chandra, Bernas Yuniarta dan Irene.

"Itu kan domainnya KPU, kenapa pengadilan negeri? Berarti celahnya mereka mau pangkas potong kompas lewat intervensi DPP yang punya hak veto memutuskan anggota DPR yang sah. Itu bahaya tradisi macam itu kalau begitu," kata analis politik Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi, Selasa (16/7).

Dari sejumlah nama penggugat, di antaranya punya hubungan langsung ke elite Gerindra bahkan pengurus di DPP. Sebut saja R Saraswati A Djojohadikusumo anak dari Hashim Djojohadikusumo. Hashim sendiri merupakan adik kandung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

Lalu ada Seppalga yang merupakan adik Waketum Gerindra Sufmi Dasco. Lalu Waketum Gerindra Sugiono, Ketua OKK DPP Partai Gerindra Prasetyo Hadi, Ketua DPP Partai Gerindra Adnani Taufik dan pengurus DPP Adam Muhammad.

"Mentang-mentang keponakan Prabowo dan menyelamatkan trah Prabowo, itu bahaya. Itu merusak tradisi dan mengorbankan Gerindra ke depan. Karena domain-domain begitu, enggak boleh sebenarnya. Itu kan KPU yang menentukan. Kalau pengadilan didesak pakai perdata untuk menekan pengurus kemudian pengurus menetapkan pemenangnya diganti, yang lolos diganti, bahaya tradisi begini," tegas Pangi.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini juga menganggap gugatan perdata ini agak aneh diterapkan dalam memutuskan sengketa hasil pemilihan umum. Nantinya, peristiwa ini akan menjadi preseden buruk bagi sejarah politik Indonesia.

"Soal siapa yang menang sudah ditentukan KPU. Tapi ini, siapa yang duduk kemudian digugat ke pengadilan kemudian diintervensi DPP, kemudian DPP mengeluarkan nama lain karena punya hak veto memutus siapa berhak menjadi anggota DPR. Itu kan sudah betul-betul oligarki kepartaian itu," jelas Pangi.

Seperti diketahui, gugatan perdata ini diajukan 14 orang caleg Gerindra dengan nomor perkara 520/Pdt.Sus.Parpol/2019/PN JKT.SEL. Sidang kedua akan digelar Rabu (17/7) besok.

Dalam gugatan ini, para penggugat meminta pengadilan agar diusulkan dengan ditetapkan sebagai anggota legislatif dari Partai Gerindra. Dalih para penggugat adalah tokoh-tokoh partai yang telah memberikan jasa besar atas perjuangan Partai Gerindra sehingga bisa menjadi pemenang kedua dalam gelaran Pemilu 2019.

"Sengketa partai berkenaan dengan penetapan sebagai anggota legislatif," kata Guntur saat dihubungi, Sabtu (13/7).

Guntur melanjutkan, sidang selanjutnya diselenggarakan pada besok. Hakim yang menyidangkan kasus ini adalah Zulkifli (hakim ketua), Mery Taat Anggarasih dan Krisnugroho masing-masing sebagai anggota hakim.

"Agenda sidang untuk replik. Sidang terbuka untuk umum," jelas dia. [jn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita