GELORA.CO - Ketegasan Presiden Joko Widodo dalam memilih menteri di kabinet bersama dengan Wakil Presiden terpilih, Maruf Amien tak hanya ditunggu publik, melainkan juga para investor.
Pemilihan pembantu presiden ini juga menjadi menarik lantaran sebelumnya Jokowi menegaskan tak akan membedakan latar belakang profesional maupun partai politik.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen menjelaskan, salah satu yang ditunggu dari kepastian Jokowi memilih menteri adalah dari sektor ekonomi.
"Sosok menteri jadi sinyal yang juga ditunggu para investor, ada berapa wajah-wajah yang lama patut untuk dipertahankan karena kinerjanya (kita bahas next time) dan sekarang kita bahas wajah baru yang jadi pembantu Jokowi di periode kedua ini. Dari sosok pembantu presiden itulah, apakah dapat menurunkan atau menaikkan optimisme pasar, "ujar Silaen kepada wartawan, Minggu (21/7).
Ia melanjutkan, reaksi pasar keuangan akan sangat bergantung pada figur menteri yang akan dipilih Jokowi, khususnya di bidang ekonomi.
Pelaku pasar, katanya, akan merespons positif jika sosok menteri memiliki kemampuan dan kapasitas yang baik mempercepat pertumbuhan ekonomi produksi di samping upaya reformasi birokrasi pemerintah yang jadi penghambat pertumbuhan pos-pos di bidang ekonomi.
Persoalan yang dihadapi Jokowi memang bukan perkara gampang dan tidak semudah yang terlihat di panggung depan karena yang lebih sulit panggung belakang.
"Logika politik itu ada hitung-hitungannya, tidak seperti yang terlihat kasat mata publik," tekannya.
"Jokowi harus pinter mengelola kepentingan parpol agar tetap solid mendukung semua program-program percepatan pembangunan lima tahun ke depan," lanjut Silaen.
Untuk saat ini, ia berpandangan beberapa menteri akan tetap dipertahankan Jokowi di Kabinet Kerja Jilid II mendatang. Selain soal kinerja, loyalitas juga menjadi pertimbangan sang Presiden.
Namun di periode ke dua ini, ia menganggap partai politik koalisi pendukung Jokowi-Maruf akan lebih agresif memperebutkan kursi menteri. Hanya saja, hal itu bergantung dari langkah Presiden dalam mengharmonisasi antara kepentingan rakyat dan partai politik.
"Presiden tidak boleh mengorbankan masa depan negeri ini ketangan para 'debt collector' yang memang menjadi momok mengerikan jika kita mengalami 'kredit macet'. Saya tidak perlu jelaskan makna 'debt collector' karena itu hanya bahan perenungan agar presiden tidak salah langkah," papar alumni Lemhanas Pemuda I tahun 2009 ini.
Banyak cara dan instrumen yang bisa digunakan oleh presiden untuk mengetahui rekam jejak para calon pembantunya jika mengalami 'pressure politics'. Sebagai pemimpin yang lahir dari tingkat bawah, ujar Silaen, presiden jokowi sudah punya jam terbang yang tidak sedikit.
"Sekarang ini soal mau atau tidak, itu saja! Jangan sampai politik dagang sapi," tutupnya. [md]