GELORA.CO - Presiden Joko Widodo dinilai sudah memberikan respon tentang peluang untuk memberikan Amnesti kepada terpidana Baiq Nuril. Namun, respon tersebut dinilai dihalangi oleh seorang pakar hukum.
Pakar hukum yang dinilai menghambat Baiq Nuril untuk mendapatkan Amnesti dari Presiden Jokowi ialah Profesor Mahfud MD.
Begitu kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid. Padahal, lanjut Usman, Jokowi sudah membicarakan pemberian amnesti itu dengan Menteri Hukum dan HAM yasona Laoly.
"Nah kita sudah melihat sudah ada titik terang, dalam arti kantor kepresidenan khususnya Presiden Jokowi mulai memberi respon yang terbuka dengan menyatakan bahwa itu sangat dimungkinkan dan akan dibicarakan dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia," ucap Usman Hamid kepada wartawan di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Selasa (9/7).
Namun, niat baik Jokowi ternyata dihalangi oleh pakar hukum yakni Mahfud MD yang menilai bahwa Amnesti tidak tepat diberikan untuk Baiq Nuril.
"Namun sayangnya sampai hari keputusannya belum juga diterbitkan dan ini tampaknya ada beberapa pakar hukum yang memberikan saran yang berbeda, misalnya Profesor Mahfud MD yang mengatakan bahwa itu tidak bisa diberikan karena itu tidak tepat, alasannya yang lebih tepat adalah grasi," jelasnya.
Menurut Usman, grasi tidak tepat jika diberikan kepada Baiq Nuril. Karena grasi memiliki persyaratan yang tidak mungkin dilakukan Baiq Nuril.
"Grasi itu mensyaratkan Ibu Nuril untuk memberikan pengakuan bersalah, dialah yang melakukan kesalahan, dialah orang yang menyesali perbuatannya sendiri terhadap Pak Muslim misalnya yang ketika itu kepala sekolah," paparnya.
"Disitu saya kira masalahnya kalau pandangan hukum Pak Mahfud mau lebih jernih melihat haknya seseorang Ibu Nuril seorang korban pelecehan seksual mestinya saran itu diganti," tambahnya.
Sehingga, Usman berharap Mahfud MD tidak menghalangi langkah Jokowi untuk memberikan Amnesty untuk Baiq Nuril.
"Jadi saya mohon dengan sangat terhormat Pak Mahfud juga bisa mengerti dan mendukung usaha untuk pemberian amnesti kepada Ibu Nuril dan Amnesti tidak mensyaratkan adanya pengakuan bersalah," harapnya.
Menurut Usman rencana Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril adalah bentuk pemberian rasa keadilan terhadap korban pelecehan seksual yang menjadi korban kriminalisasi karena dipenjarakan dengan Pasal UU ITE.
"Jadi itu sepenuhnya kebijaksanaan seorang presiden, itu sepenuhnya kepemimpinan seorang presiden untuk secara proaktif mendengarkan suara-suara di masyarakat dan memastikan bahwa hukum yang belum sepenuhnya adil itu bisa diberikan keseimbangan agar lebih adil untuk Ibu Nuril," tandasnya. [md]