*Penulis: Neta S Pane
Banyak figur yang mendaftar untuk ikutan dalam seleksi calon pimpinan KPK menjadi berkah bagi Pansel. Tapi juga bisa menjadi musibah dan malapetaka bagi lembaga anti rasuha itu jika Pansel salah pilih.
Apalagi saat ini cukup banyak anggota Polri, jaksa, dan pengacara yang ikut mendaftar, Pansel harus benar benar teliti terhadap track record mereka.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai, sedikitnya ada lima hal yang patut dicermati Pansel dalam menyeleksi capim KPK.
Kelima kelompok ini harus dihindari masuk ke KPK.
Pertama, figur yang post power syndrome harus dicegah masuk KPK. Umumnya pejabat atau mantan pejabat tinggi kerap terjebak post power syndrome dan merasa paling tahu dan serba tahu, terutama dalam hal pemberantasan korupsi.
Padahal seharusnya mereka yang menjadi sasaran KPK, mengingat kekayaannya tidak sebanding dengan penghasilannya sebagai pejabat.
Kedua, mantan pejabat yang selalu berburu jabatan untuk eksistensi. Mereka sudah mengikuti pilkada, caleg atau posisi lainnya dan selalu gagal tapi selalu mengatakan ingin mengabdi untuk bangsa.
Ketiga, figur mantan politisi atau mantan tim sukses karena dikhawatirkan loyalitasnya akan tetap tinggi pada kelompok politik tertentu, padahal dalam banyak kasus para politisilah yang kerap terjerat korupsi.
Keempat, figur pencari kerja yang seolah olah KPK dianggap sebagai peluang lapangan kerja potensial.
Kelima, pansel jangan terjebak katagorisasi Indonesia Barat dan Timur dalam memilih capim KPK karena Indonesia adalah satu dalam NKRI.
Figur bermasalah harus benar benar dihindari untuk menjadi pimpinan KPK agar tidak “tersandera” oleh internal lembaga anti rasuha tsb. Ke depan KPK membutuhkan figur pimpinan yang mampu membenahi internal KPK yang sudah terpecah, figur yang mampu menjadi teladan.
Figur yang tidak tebang pilih dan berani menyapu bersih semua kasus korupsi, figur yang mampu membangun sinerji dengan Polri dan Kejaksaan sehingga kedua lembaga itu bisa disupervisi agar Tipikornya juga bisa bekerja maksimal dan tentunya KPK butuh figur yang tidak mudah distir anak buah di internalnya.
Pansel harus mencari capim KPK yang mampu menyelesaikan Kasus Novel hingga ke pengadilan, baik kasus penyiraman air keras maupun kasus penembakan di Bengkulu, sehingga KPK tidak terus menerus menjadi bulanbulanan dan politisasi atas kedua kasus tsb.
Selain itu, capim KPK harus punya target berapa lama ia mampu menyelesaikan kasus RJ Lino, kasus Sattar, kasus Syamsul Nursalim dan Itji Nursalim.
Tanpa semua itu, KPK periode baru tidak akan memunculkan terobosan baru dan hanya mengulang era KPK sebelumnya yang asyik dengan pencitraan yang dahsyat dengan berOTTria tanpa hasil maksimal. (*)