GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi skandal suap Meikarta milik Grup Lippo dilakukan untuk keuntungan korporasi. Dugaan ini pun akan terus didalami dan dikembangkan.
“Kami sudah mengidentifikasi dugaan suap ini dilakukan untuk keuntungan korporasi yang mendapat keuntungan izin di sana,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada awak media, Rabu (31/7).
Sejauh ini tim KPK telah berhasil memenjarakan sejumlah pihak atas perkara itu. Dari pihak Pemkab Bekasi maupun pihak Lippo Group. Teranyar, KPK menjerat Sekda Jabar, Iwa Karniwa dan bekas Presiden Direktur Lippo Cikarang Bartholomeus Toto
“KPK memastikan pengembangan perkara akan terus dilakukan. Kami sudah melihat bagaimana posisi orang-orang itu, apakah dia sebagai personifikasi dari korporasi atau dia menjalankan tugasnya sebagai pelaksana tugas resmi dari korporasi atau jalan sendiri sebagai personel saja,” kata Febri.
Sebelumnya Iwa ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap senilai Rp 900 juta.
Suap disebut dari pihak PT Lippo Cikarang melalui Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi saat itu, Neneng Rahmi Nurlaili, terkait pembahasan substansi Raperda tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
Sementara Bartholomeus diduga menyetujui setidaknya lima kali pemberian ke Bupati Bekasi Neneng Hasanah baik dalam bentuk US$ maupun Rupiah dengan total Rp10,5 miliar.
Terkait pihak terkait ini, KPK sebelumnya menyatakan belum menerima pengembalian uang suap dari Sekda Jawa Barat, Iwa Karniwa, tersangka dugaan suap Meikarta senilai Rp900 juta dari pihak PT Lippo Cikarang melalui Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili, terkait pembahasan substansi Raperda tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
“Saya belum mendapat informasi kalau Sekda Jawa Barat, kembalikan uang. Tapi kalau tersangka ingin kembalikan uang yang diterima, maka itu tentu akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa kemarin.
Namun, kata Febri, meski nantinya tersangka sudah mengembalikan uang korupsinya, belum tentu secara otomatis menghapus pidana. Sebab, semuanya perlu masuk proses pengadilan. [vv]